Selasa, 15 Disember 2015

Kafir orang-orang Islam yang tidak menurut hukum Allah.



Hukum Meniru Orang Kafir

Saudaraku, tergambar di dalamnya bentuk-bentuk kesetiaan seorang muslim terhadap orang orang kafir. Ternyata, tidak hanya dalam hal ideologi semata, tetapi dalam hal muamalah dengan mereka yang keluar dari tuntunan agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika membawakan hadits,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk dari mereka.”
Setelah menjelaskan latar belakang para perawi haditsnya, beliau mengatakan, “Hukum yang paling ringan (dalam meniru orang kafir) di dalam hadits ini adalah keharaman, zahiriah haditsnya menunjukkan kafirnya orang yang menyerupai mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,

وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ

“Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (al-Maidah: 51)
Ini semakna dengan ucapan Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma,

“Barang siapa tinggal di negeri kaum musyrikin dan melakukan hari ulang tahun mereka, pesta besar mereka, kagum dan mengankat ucapan ucapan mereka serta mempercayainya dan meniru mereka sampai meninggal dunia, dia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” Terkadang, hal ini dibawa kepada hukum tasyabuh yang bersifat mutlak, yaitu tasyabuh yang menyebabkan seseorang kafir dan sebagiannya mengandung hukum haram. Boleh juga dibawa pada makna bahwa dia seperti mereka sebatas apa yang dia tiru. Jika yang dia tiru itu dalam hal kekafiran (dia menjadi kafir, -pen.), dan jika maksiat, (ia telah bermaksiat). Jika dalam hal syiar kekufuran mereka atau syiar kemaksiatan mereka, hukumnya semisal itu.” (Lihat al-Iqtidha hlm. 82—83)

Kita juga telah mengetahui bahwa hukum-hukum dalam agama tidak keluar dari lima perkara. Ibnu Qayyim menjelaskan, “Hukum-hukum yang terkait dengan ubudiyah itu ada lima, iaitu wajib, mustahab, haram, makruh, dan mubah.” (Madarijus Salikin 1/109) Telah dijelaskan di atas tentang haramnya meniru orang kafir secara mutlak. Namun, ada pembolehan, yakni jika hal yang akan kita tiru tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan urusan agama dan keyakinan, serta tidak ada kaitannya dengan ciri khas dan adat istiadat mereka. Hal itu bukan perilaku dan kebiasaan mereka, melainkan sebatas urusan dunia yang tidak ada keharaman padanya. Yang seperti ini dibolehkan. Misalnya, orang-orang kafir bisa membuat motor, mobil, pesawat, atau peranti teknologi lain yang hukumnya secara zat tidak haram, lalu kaum muslimin menirunya. Hal ini tidak mengapa.

Akibat Meniru Mereka

Tidaklah tersembunyi bagi setiap muslim bahwa orang-orang kafir itu adalah musuh Allah Subhanahu wata’ala, para rasul, dan kaum mukminin. Mereka adalah manusia yang telah menyandang predikat-predikat yang buruk, jelek, dan keji dari Allah Subhanahu wata’ala. Mereka adalah manusia yang berada dalam taraf makhluk yang paling rendah, hina, tercela, terburuk, dan terkutuk, yang binatang ternak yang tidak berakal lebih baik dari mereka.

أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan lebih jelek dari itu. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(al-A’raf: 179)

إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

“Tiadalah mereka itu melainkan seperti binatang ternak dan bahkan mereka lebih jelek jalannya.”(al-Furqan: 44)

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, ‘Jadilah kamu kera yang hina’.” (al-Baqarah: 65)

فَلَمَّا عَتَوْا عَن مَّا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

Tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya, “Jadilah kamu kera yang hina.” (al-A’raf: 166)

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللَّهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَاءِ السَّبِيلِ

Katakanlah, “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orangorang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (al-Maidah: 60)

Kerendahan dan kehinaan hidup— walaupun mereka orang yang paling kaya, paling tinggi kedudukan dan pangkatnya, dan paling kuat— adalah pelekat yang tidak akan berubah, cap yang terus melekat, tidak akan hilang dan sirna. Allah Subhanahu wata’ala telah menghancurkan dan membinasakan mereka ketika mereka menentang kekuasaan Allah Subhanahu wata’ala, iaitu saat mereka menolak dan ingkar terhadap syariat yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Allah Subhanahu wata’ala juga telah mempersiapkan pintu kehancuran dan kebinasaan untuk mereka, di dunia dan di akhirat. Setelah ini semua, pantaskah seseorang yang beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, para rasul-Nya, dan hari kiamat, meneladani, meniru, dan mencontoh mereka? Adakah akal dan hati jika seorang yang beriman meniru gaya hidup binatang yang tidak berakal, bahkan lebih jelek dari binatang ternak? Adakah pintu bagi orang-orang beriman untuk masuk lalu hidup bermesraan bersama orang-orang yang rendah, hina, jelek, keji, dan terkutuk? Pantaskah orang-orang yang beriman mengangkat orang yang kafir sebagai diva ? dan mereka sendiri sebagai figur dalam kehidupanya? Jika ada orang yang mengaku beriman meniru mereka, ini bererti sebuah keputusan hidup yang akan melemparkan dirinya ke jurang kehancuran dan kebinasaan, sebagaimana hancur dan binasanya mereka. Wallahu a’lam bish-shawab.


VIDEO - KEGERIAN AZAB NERAKA