Khamis, 13 Oktober 2011

Politik dalam Islam

Al-Mawardi (Politikus Islam)

Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.
Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut:
  1. Bersifat dan berlaku adil.
  2. Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas.
  3. Profesional.
  4. Mempunyai visi yang jelas.
  5. Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.
khilafah

Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari’at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. la bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang undang.

Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah yang mafhumnya:
“Dan katakanlah: Ya Tuhan ku, masukkanlah aku dengan cara yang baik dan keluarkanlah aku dengan cara yang baik dan berikanlah kepadaku daripada sisi Mu kekuasaan yang menolong.” (AI Isra’: 80)

Asas asas sistem politik Islam ialah:

1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya.

Fir man Allah yang mafhumnya:

“Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya.” (Al Furqan: 2)

“Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hukum) dan kepada Nya kamu dikembalikan.”
(A1 Qasas: 70)

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (A1 An’am: 57)

2. Risalah

Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari’at syari’at Nya kepada manusia.

Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.

Firman Allah yang mafhumnya:
“Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah.” (Al Hasyr: 7)

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah.” (An Nisa’: 64)

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu’min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali.” (An Nisa: 115)

“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisa’: 65)

3. Khalifah
Khilafah berarti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan.

Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.

Firman Allah yang mafhumnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi… “ (Al Baqarah: 30)

“Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (Yunus: 14)


Asas asas sistem politik Islam ialah:1. Hakimiyyah Ilahiyyah Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin ianya menjadi milik sesiapa pun selain Allah dan tidak ada sesiapa pun yang memiliki suatu bahagian daripadanya.
Fir man Allah yang mafhumnya:
“Dan tidak ada sekutu bagi Nya dalam kekuasaan Nya.” (Al Furqan: 2)
“Bagi Nya segaIa puji di dunia dan di akhirat dan bagi Nya segata penentuan (hokum) dan kepada Nya kamu dikembalikan.”  (A1 Qasas: 70)
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”  (A1 An’am: 57)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi rububiyyah dan uluhiyyah Nya.
2. Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum hukum Allah dan syari’at syari’at Nya kepada manusia.
Risalah berarti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah satu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah di dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul menyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan mereka.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Firman Allah yang mafhumnya:
“Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggatkanlah.”  (Al Hasyr: 7)
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah.” (An Nisa’: 64)
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mu’min, akan Kami biarkan mereka bergelimang daiam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu adalah seburuk buruk tempat kembali.” (An Nisa: 115)
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisa’: 65)
3. Khalifah
Khilafah berarti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahawa di atas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang undang Allah dalam batas batas yang ditetapkan.
Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.
Firman Allah yang mafhumnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi… ” (Al Baqarah: 30)
“Kemudian Kami jadikan kamu khalifah khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.” (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar benar mengikuti hukum hukum Allah. Oleh itu khilafah sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut dipegang oleh orang orang yang memenuhi syarat syarat berikut:
a. Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang benar benar menerima dan mendukung prinsip prinsip tanggungjawab yang terangkum di dalam pengertian khilafah
b. Mereka tidak terdiri daripada orang orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas batas yang ditetapkan oleh Nya
c. Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang ber’ilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kea’rifan serta kemampuan intelek dan fizikal
d. Mereka mestilah terdiri daripada orang orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan