Khamis, 22 Disember 2011

Jalan Keluar dari Fitnah (Bag. 1 dari 4)


Fitnah Terhadap DS Anuar Ibrahim

Ibnul Qoyyim berkata: sebagian besar para ulama salaf mengartikan fitnah di sini adalah kesyirikan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا [البروج/10

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al - Buruj : 10).
Fitnah dalam ayat ini ditafsirkan dengan penyiksaan orang-orang musyrik terhadap orang-orang beriman dan mereka membakar orang-orang beriman dengan api.
Sebenarnya lafazt ayat tersebut lebih umum. Tujuan meraka menyiksa orang-orang beriman agar terkena fitnah (lari) dari agama islam”. Maka fitnah ini disandarkan kepada perbuatan orang-orang musyrik.
Adapun fitnah yang disandarkan oleh Allah ta'ala kepada diri-Nya sendiri, atau yang disandarkan oleh Rosulullah kepada-Nya (Allah ta'ala).
Seperti disebutkan dalam firman Allah yang lain:

وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ [الأنعام/53]

“Dan seperti itulah kami menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lain”.
Dan perkataan musa 'alaihis salam dalam firman Allah :

إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ [الأعراف/155]

“Itu hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki.” (QS. Al A'raf : 155).
Fitnah di dalam ayat ini bermakna lain, yang mana maknanya adalah cobaan atau ujian dari Allah ta'ala kepada para hamba-Nya dengan kebaikan atau keburukan, dengan nikmat atau musibah, maka ini adalah salah satu bentuk fitnah. Fitnah orang-orang musyrik juga merupakan salah satu bentuk fitnah. Dan fitnah orang-orang beriman dalam harta, anak-anak, dan tetangga mereka juga merukapakan bentuk fitnah yang lain. Demikian pula Fitnah yang menimpa umat islam seperti fitnah yang terjadi diantara sahabat Ali dan Mua'awiyah, diantara para pasukan perang jamal dan siffin, dan diantara kaum muslimin lainnya, sampai mereka saling berperang dan berjauhan, juga merupakan salah satu bentuk dari fitnah.
Yang lainnya seperti fitnah yang disabdakan oleh Rosulullah :
“Akan terjadi sebuah fitnah dimana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari-lari kecil”.
Dan hadist-hadist lain yang terdapat di dalamnya menerangkan tentang perintah Rosulullah  untuk memisahkan diri dari dua kelompok yang saling bertikai, adalah fitnah yang seperti ini.
Terkadang fitnah maksudnya adalah perbuatan maksiat, sebagaimana firman Allah ta'ala, yang artinya :

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي [التوبة/49]

“Di antara mereka ada yang berkata, "Berilah saya keijinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49).
Perkataan ini diucapkan oleh Al Jad bin Qais tatkala Rasulullah  mengajaknya ke tabuk, ia berkata : “izinkan aku untuk duduk berdiam di sini saja dan janganlah engkau menjerumuskan aku ke dalam fitnah dengan cara mempertemukan aku dengan perempuan-perempuan bani ashfar, karena aku tidak dapat bersabar terhadap mereka.”.
Lalu Allah ta'ala berfirman, yang artinya :

أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا [التوبة/49]

“Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49)
yakni mereka terjatuh ke dalam fitnah kemunafikan padahal mereka bertujuan lari dari fitnah perempuan-perempuan bani ashfar.
Allah ta'ala juga berfirman :

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ [الفرقان/20]

“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain.Sanggupkah kamu bersabar” (QS. Al Furqon : 20).
Maka demikianlah, Allah ta'ala telah menjadikan wali-walinya sebagai fitnah (cobaan) bagi musuh-musuh-Nya. Sebaliknya Allah ta'ala menjadikan musuh-musuh-Nya sebagai fitnah bagi wali-wali-Nya. Dan raja juga merupakan fitnah bagi rakyatnya, serta rakyat merupakan fitnah bari raja mereka. Laki-laki merupakan fitnah bagi perempuan dan sebaliknya. Orang kaya merupakan fitnah bagi orang miskin dan begitu juga sebaliknya.
Maka setiap orang akan diuji dengan lawan yang Allah ta'ala jadikan sebagai kebalikannya. Tidaklah berdiri kaki Adam dan Hawa di atas muka bumi melainkan lawan mereka berdua senantiasa di hadapan mereka. Dan perkara ini akan terus berlanjut sampai kepada keturunan berikutnya sampai Allah ta'ala menggulung dunia ini bersama siapa saja yang ada di atasnya. Betapa banyak yang Allah ta'ala miliki -dari semisal cobaan dan ujian ini- berupa hikmah yang sempurna, nikmat yang luas, keputusan yang pasti, perintah dan larangan, serta pengaturan. Seluruhnya menunjukkan akan kesempurnaan sifat rububiyyah Allah dan uluhiyyah-Nya serta kerajaan dan sifat terpuji-Nya. Demikian juga cobaan baik dan buruk atas hamba-Nya di dunia ini, merupakan bentuk dari kesempurnaan hikmah Allah dan keterpujian sifat-Nya yang sempurna.

Pembagian Fitnah

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa fitnah itu ada dua macam : fitnah syubuhat -yang merupakan fitnah paling besar- dan fitnah syahwat. Seorang hamba dapat terjangkit dua fitnah ini sekaligus, atau terjangkit salah satu saja tanpa lainnya.
Fitnah syubuhat ini disebabkan oleh lemahnya seseorang akan ilmu dan kurangnya pengetahuan agama, apalagi kalau hal tersebut diiringi dengan niat jelek, serta keinginan untuk memuaskan hawa nafsu semata. Maka dari sana akan timbul fitnah dan musibah yang sangat besar. Sepertihalnya seorang hakim yang sesat dan berniat buruk dalam memutuskan suatu perkara, dia berada di atas hawa nafsunya buta petunjuk serta diiringi kebodohan terhadap apa yang diturunkan Allah ta'ala kepada Rasul-Nya. Maka dia termasuk golongan yang tercantum dalam firman Allah ta'ala, yang artinya :

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ [النجم/23]

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka” (QS. An Najm : 23).
Dan Allah ta'ala menjelaskan pada kita bahwa mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan kita dari jalan Allah ta'ala, sebagaimana firman-Nya, yang artinya :

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ [ص/26]

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. 38:26).
Fitnah syubuhat merupakan fitnah yang dapat menjerumuskan seseorang kepada kekafiran dan kemunafikan. Fitnah ini timbul dari orang-orang munafik dan ahli bid'ah sesuai dengan tingkatan-tingkatan bid'ah mereka. Hal itu disebabkan adanya kesamaran antara yang haq dengan yang batil dan antara petunjuk dengan kesesatan dalam pemahaman mereka.
Dan tidak ada hal yang dapat menyelamatkan dari fitnah shubhat ini, kecuali mereka yang secara murni mengikuti Rasulullah . Dan menerima segala keputusan beliau dalam segala urusan agama, baik dalam urusan yang kecil maupun yang besar, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Begitu pula dalam masalah aqidah (keyakinan), amal perbuatan, hakekat, serta syariat agama ini. Maka ia menerima tentang hakikat keimanan dan syariat islam hanya dari Rasulullah .
Ia tidak hanya mengikuti Rasulullah  dalam perkara tertetu saja, dan tidak dalam perkara lain. Seperti mengikuti Rasul  dalam hal ibadah, tapi dalam hal aqidah tidak. Karena ajaran Rasulullah  mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan umat baik dalam bidang ilmu maupun amal.
Maka dapat disimpulkan bahwa, ajaran yang benar hanyalah ajaran yang secara langsung diambil dari belian, bukan dari selainnya. Segala petunjuk yang haq (benar) adalah yang beliau bawa. Segala hal yang bertentangan dengan hal tersebut adalah sesat. Bila hal ini sudah tertanam pada diri seseorang, maka segala yang dia dengar akan ditimbang dengan timbangan syariat, apabila sesuai dia terima, tetapi apabila bertentangan dia tinggalkan.
Inilah kunci selamat dari fitnah syubuhat. Semakin banyak yang dia perhitungkan, maka semakin jauh pula dia dari kesesatan, begitu juga sebaliknya, semakin banyak dia lewatkan tanpa pertimbangan semakin jauh pula dia dari kebenaran. Diantara jalan-jalan timbulnya fitnah syubuhat ini adalah pemahaman yang salah, atau penukilan dari orang-orang dusta, atau berasal dari kebenaran yang samar dari seseorang. Juga dari niat yang buruk serta hawa nafsu yang ditaati, maka ini termasuk kebutaan dalam ilmu dan buruknya keinginan.
Adapun jenis fitnah yang kedua adalah fitnah syahwat. Allah ta'ala mengumpulkan penyebutan kedua fitnah tersebut dalam firman-Nya :

كَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا فَاسْتَمْتَعُوا بِخَلَاقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُمْ بِخَلَاقِكُمْ [التوبة/69]

“(Keadaan kalian) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah nikmati bagianmu” (QS. At Taubah : 69)
Yaitu mereka telah menikmati bagian mereka dari dunia ini dan syahwat (perhiasan)nya. Dan makna (الخلاق) adalah bagian yang telah ditentukan.
Kemudian Allah ta'ala berfirmankan :

وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا [التوبة/69]

“Dan kamu berbincang-berbincang dengan (hal yang batil) sebagaimana mereka telah memperbincangkannya.” (QS. At Taubah : 69).
Yang dimaksud dengan perbincangan dengan yang batil di sini adalah syubuhat (kesamaran antara yang hak dengan yang batil).
Allah ta'ala memberikan isyarat dalam ayat ini bahwa rusaknya hati dan agama adalah buah dari menikmati bagian (dunia dan syahwatnya) dan memperbincangkan hal yang batil. Karena rusaknya agama bisa disebabkan oleh sebuah keyakinan yang salah serta mengukapkannya dan bisa pula dikarenakan amal yang menyalahi (bertentangan) dengan ilmu yang benar. Yang pertama penyebabnya adalah bid'ah dan semisalnya, sementara yang kedua penyebabnya adalah buruknya amal perbuatan.
Yang pertama merupakan kerusakan dari sisi syubuhat sedangkan yang kedua dari sisi syahwat. Oleh sebab itu, para ulama salaf mengatakan : “waspadailah dua golongan manusia : pengekor syubuhat dan budak dunia”. Para ulama juga mengatakan : “waspadailah bahaya ulama yang jahat dan ahli ibadah yang bodoh, karena bahaya keduanya bisa menimpa setiap orang”. Asal setiap bahaya (kerusakan) bermula dari mendahulukan akal nalar terhadap dalil wahyu, dan mengutamakan hawa nafsu dari akal sehat. Yang pertama merupakan asal mula fitnah syubuhat, sedangkan yang kedua merupakan asal mula fitnah syahwat