Rabu, 2 November 2011

HUKUM MERENDAHKAN ULAMA DAN ORANG-ORANG SOLEH

oleh :  Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Assalamualaikum,

Sebelum membahas hukumnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui kedudukan para ulama dan orang-orang soleh di sisi Allah, serta kewajipan kita terhadap mereka. Para ulama mempunyai kedudukan yang mulia dan agung di sisi Allah. Allah telah meninggikan darjat mereka dan mengistimewakan mereka dari yang lain. Allah berfirman,

يرفع الله الذين ءامنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Nescaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat. [Al-Mujadilah: 11].

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لايعلمون إنما يتذكر أولوا الألباب

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui" Sesungguhnya orang yang berakal sempurna yang dapat menerima pelajaran.([Az-Zumar: 9].

Banyak nas-nas yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan Ahli Ilmu. Konsekuensi dari nas-nas tersebut, adalah wajibnya menghormati dan menjunjung tinggi kehormatan para ulama. Kerana mereka merupakan pewaris Nabi, pengganti misi dakwah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat Baginda radhiyallahu' anhum.

Dalam sebuah atsar (riwayat) yang popular disebutkan, jadilah seorang alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima, nescaya kamu binasa. [1]

Salah seorang ulama Salaf berkata: "Maha suci Allah, Dia telah memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari keempat-empat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang kelima, golongan yang binasa. Iaitu seorang yang bukan alim, bukan penuntut ilmu , bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, sesiapa membenci Ahli Ilmu, bererti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. Dan sesiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, bererti ia menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan kerosakan bermaharajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhuatiri tidak akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri. "

Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda:

إن من إجلال الله إكرام ذي الشيبة المسلم وحامل القرآن غير الغالي فيه والجافي عنه وإكرام ذي السلطان المقسط

Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, iaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al-Quran tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil. [2]

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahawa Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda:

ليس من أمتي من لم يجل كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا حقه

Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim. [3]

Thawus rahimahullah berkata: "Termasuk Sunnah, iaitu menghormati orang alim." [4]

Berdasarkan nas-nas di atas, jelaslah bahawa kewajipan setiap muslim terhadap para ulama dan orang-orang soleh adalah mencintai dan menyukai mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa berlebih-lebihan atau merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Mengolok-olok ulama dan orang-orang soleh, mengejek atau melecehkan mereka, tentu saja bertentangan dengan perintah untuk mencintai dan memuliakan mereka. Melecehkan ulama dan orang soleh, sama ertinya dengan menghina dan merendahkan mereka. [5]

Al-Alusi berkata: "Istihza ', artinya merendahkan dan mengolok-olok. Al-Ghazzali menyebut makna istihza', iaitu merendahkan, menghina dan menyebutkan aib dan kekurangan, supaya orang lain mentertawainya; boleh jadi dengan perkataan, dan boleh dengan perbuatan dan isyarat." [6]

Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang soleh, termasuk sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan. Sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat, antaranya iaitu:

زين للذين كفروا الحياة الدنيا ويسخرون من الذين ءامنوا والذين اتقوا فوقهم يوم القيامة والله يرزق من يشآء بغير حساب

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas. [Al-Baqarah: 212]

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

ومن خفت موازينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم في جهنم خالدون. تلفح وجوههم النار وهم فيها كالحون. ألم تكن ءاياتي تتلى عليكم فكنتم بها تكذبون. قالوا ربنا غلبت علينا شقوتنا وكنا قوما ضآلين.ربنآ أخرجنا منها فإن عدنا فإنا ظالمون. قال اخسئوا فيها ولاتكلمون. إنه كان فريق من عبادي يقولون ربنآ ءامنا فاغفر لنا وارحمنا وأنت خير الراحمين. فاتخذتموهم سخريا حتى أنسوكم ذكري وكنتم منهم تضحكون. إني جزيتهم اليوم بماصبروا أنهم هم الفآئزون

Dan sesiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam naar Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam naar itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayatKu telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim ". Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa (di dunia):" Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingati Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini, kerana kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang . [Al-Mu'minun :103-111].

Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: "Kemudian Allah menyebutkan dosa mereka di dunia, iaitu mereka dahulu mengolok-olok hamba-hamba Allah yang beriman dan para waliNya. Allah mengatakan: "Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa (di dunia): Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, "yakni kamu malah mengolok-olok dan mengejek do'a dan permohonan mereka kepadaKu. Sampai pada firman Allah "sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingati," yakni kebencian kamu kepada mereka membuat kalian lupa kepadaKu. Firman Allah: "kamu selalu mentertawakan mereka," yakni mentertawakan perbuatan dan amal ibadah mereka. [7]

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إن الذين أجرموا كانوا من الذين ءامنوا يضحكون. وإذا مروا بهم يتغامزون. وإذا انقلبوا إلى أهلهم انقلبوا فاكهين. وإذا رأوهم قالوا إن هآؤلآء لضآلون. ومآأرسلوا عليهم حافظين

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang yang beriman. [Al-Muthaffifin :29-33].

Ayat ini merupakan dalil, bahawa mengolok-olok itu ada kalanya dengan isyarat. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, bagaimana bentuk olok-olok orang-orang kafir terhadap orang-orang yang beriman, iaitu mereka saling mengedip-ngedipkan mata, dengan tujuan mengejek.

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang munafik:

وإذا لقوا الذين ءامنوا قالوا ءامنا وإذا خلوإلى شياطينهم قالوا إنا معكم إنما نحن مستهزءون. الله يستهزئ بهم ويمدهم في طغيانهم يعمهون

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kami telah beriman". Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka berkata: "Sesungguhnya kami tetap bersama kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka meraba-raba dalam kesesatan mereka. [Al-Baqaarah: 14, 15].

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula:

الذين يلمزون المطوعين من المؤمنين في الصدقات والذين لايجدون إلا جهدهم فيسخرون منهم سخر الله منهم ولهم عذاب أليم

(Orang-orang munafik) iaitu orang-orang yang mencela orang-orang yang beriman yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) kecuali sedikit sekadar kemampuannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan bagi mereka adzab yang pedih. [At-Taubah: 79].

Musuh-musuh Islam, antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang-orang munafik yang mengikuti mereka, sentiasa berusaha memburuk-burukkan citra ulama Islam, berusaha meruntuhkan kepercayaan umat kepada para ulama dengan sindiran-sindiran dan komentar-komentar negatif tentang ulama. Hal ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin. Mereka jangan sampai ikut-ikutan menjelek-jelekkan alim ulama.

Dalam Protokalat Yahudi, pada protokolar nombor 27 disebutkan sebagai berikut: Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan martabat tokoh-tokoh agama dari kalangan orang-orang non Yahudi dalam pandangan manusia. Oleh kerana itu, kami berjaya merosakkan agama mereka yang boleh menjadi ganjalan bagi perjalanan kami.Sesungguhnya pengaruh tokoh-tokoh agama terhadap manusia mula melemah hari demi hari. [8]

Jadi jelaslah, setiap tindakan yang bertujuan mendiskreditkan para ulama dan tokoh agama termasuk tindakan makar terhadap agama ini. Pelakunya harus dihukum dan ditindak tegas.Gangguan terhadap para ulama dan orang soleh ada dua:

Pertama: Gangguan terhadap peribadi ulama. Contohnya, misalnya orang yang mengejek sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh ulama tersebut. Demikian ini hukumnya haram, kerana Allah telah berfirman:

ياأيها الذين ءامنوا لايسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم ولانسآء من نسآء عسى أن يكن خيرا منهن ولاتلمزوا أنفسكم ولاتنابزوا بالألقاب بئس الإسم الفسوق بعد الإيمان ومن لم يتب فأولائك هم الظالمون

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (kerana) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan ) wanita lain (kerana) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. [Al-Hujurat: 11].

Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: "Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang mengolok-olok orang lain. Iaitu merendahkan dan menghina mereka. Sebagaimana disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahawa Baginda bersabda: Sombong itu adalah menolak kebenaran dan menghina orang lain. " [9]

Kedua: Mengolok-olok ulama kerana kedudukan mereka sebagai ulama, kerana ilmu syar'i yang mereka miliki. Demikian ini termasuk perbuatan zindiq, kerana termasuk melecehkan agama Allah. Demikian pula mengolok-olok orang soleh, orang yang menjalankan Sunnah Nabi. Allah telah menggolongkan gangguan terhadap orang-orang yang beriman sebagai gangguan terhadapNya. Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman:

ولئن سألتهم ليقولن إنما كنا نخوض ونلعب قل أبالله وءاياته ورسوله كنتم تستهزءون

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?" [At-Taubah: 65].

Ayat ini turun berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik terhadap para qari '"Belum pernah kami melihat orang seperti para qari' kita ini, mereka hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, yang paling dusta perkataannya dan paling penakut di medan perang." Maka Allah menurunkan ayat tersebut.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab berkata: "Ayat ini mengandungi penjelasan, bahawa seseorang boleh jatuh ke kufur kerana perkataan yang diucapkannya, atau kerana perbuatan yang dilakukannya."

Kemudian beliau melanjutkan: "Termasuk dalam bab ini, iaitu mengolok-olok ilmu syar'i dan Ahli Sains, dan tidak menghormati mereka kerana ilmu yang mereka miliki." [10]

Dalam Fatwa Lajnah Daimah disebutkan: "Mencela Islam, mengolok-olok Al-Quran dan As Sunnah, serta mengolok-olok orang-orang yang berpegang teguh dengannya kerana ajaran agama yang mereka amalkan, seperti memelihara janggut dan berhijab bagi wanita muslimah, maka perbuatan seperti itu termasuk kufur, bila dilakukan oleh seorang mukallaf ((orang baligh yang berakal sihat) dan harus dijelaskan kepadanya, bahawa perbuatan itu kufur. Jika ia tetap melakukannya selepas mengetahuinya, maka ia boleh jatuh kafir, kerana Allah mengatakan:

قل أبالله وءاياته ورسوله كنتم تستهزءون

Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?"Tidak usah kamu minta maaf, kerana kamu kafir sesudah beriman. [At-Taubah: 65].

Ibnu Nujaim menyatakan, "Mengolok-olok ilmu dan ulama adalah kufur." [11]

Mala Ali Al Qari, ketika menjelaskan tentang orang yang melecehkan ulama dengan sindiran "Betapa buruk penampilannya, memotong misai dan melipat serban di bawah dagu" (maka) beliau mengatakan, "Perkataan itu termasuk kufur, kerana isinya melecehkan ulama. Yang sama ertinya melecehkan para nabi. Kerana para ulama adalah pewaris para Nabi.Memotong misai adalah salah satu Sunnah para nabi. Menganggapnya buruk adalah kufur, tanpa ada perselisihan pendapat diantara ulama. "

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya tentang perbuatan sebahagian orang yang mengolok-olok orang-orang yang melaksanakan ajaran agama dan mengejek mereka, apakah hukumnya? Beliau menjawab: "Orang-orang yang mengolok-olok para multazimin (orang yang melaksanakan ajaran agama) yang melaksanakan perintah Allah pada mereka terdapat benih kemunafikan. Kerana Allah telah menyebutkan sifat orang-orang munafik:

الذين يلمزون المطوعين من المؤمنين في الصدقات والذين لايجدون إلا جهدهم فيسخرون منهم سخر الله منهم ولهم عذاب أليم

(Orang-orang munafik) iaitu orang-orang yang mencela orang-orang yang beriman yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) kecuali sedikit sekadar kemampuannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan bagi mereka adzab yang pedih. [At-Taubah: 79].

Kemudian, apabila mereka mengolok-olok kerana ajaran syariat yang mereka amalkan, yang demikian itu termasuk juga mengolok-olok syari'at. Dan mengolok-olok syariat termasuk kufur. Adapun bila olok-olok itu tertuju kepada peribadi orang itu atau penampilannya, bukan tertuju kepada Sunnah yang diamalkannya, maka tidaklah kafir kerananya. Kerana adakalanya ejekan tersebut tertuju kepada peribadi seseorang, bukan kepada amal atau perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan semacam itu sangatlah berbahaya. "[13]

Demikian pula ulama Salaf terdahulu, bersikap keras terhadap orang-orang yang melecehkan ulama dan Ahli Hadis.

Abu Utsman As-Shabuni dalam I'tiqad Ashabul Hadits, nombor 164, Al-Khathib Al Baghdaadi dalam Syaraf Ashabul Hadits (halaman 74) menyebutkan, bahawa Ahmad bin al-Hasan berkata kepada Imam Ahmad: "Wahai, Abu Abdillah. Orang-orang menceritakan tentang Ibnu abi Qutailah di Makkah yang mengejek Ashabul Hadits. Beliau berkata bahawa Ashabul Hadits itu adalah orang-orang yang buruk. " Maka Imam Ahmad bangkit seraya menepis bajunya dan berkata: "Dia itu zindiq, dia itu zindiq!" hingga beliau masuk ke dalam rumah.

Dalam kitab Al Kifayah, laman 48, Al-Khathib Al-Baghdadi menyebutkan, bahawa Abu Zur'ah Ar-Razi berkata: "Jika engkau melihat seseorang melecehkan salah seorang dari sahabat Nabi, maka ketahuilah bahawa dia itu zindiq. Kerana kita tahu, bahawa Rasul itu haq , Al-Quran itu haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al-Quran dan As Sunnah kepada kita adalah para sahabat Rasulullah, sesungguhnya mereka ingin memburuk-burukkan para saksi kita untuk menolak Al-Quran dan As Sunnah, padahal merekalah yang pantas untuk diburukkan, kerana mereka adalah zindiq. "

Demikian pula Adz-Dzahabi menyebutkan dalam Siyar A'lamun Nubala ', bahawa Imam Ahmad berkata: "Jika engkau melihat seseorang memburuk-burukkan Hammad bin Salamah, maka curigailah dia mempunyai maksud buruk terhadap Islam, kerana Hammad sangat tegas terhadap Ahli Bid'ah."

Memang ahli bid'ah terkenal suka mengejek dan melecehkan Ahlu Sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang tokoh Mu'tazilah. Iaitu Amru bin Ubaid, yang memuji perkataan Washil bin Atha '.

Pada suatu ketika Washil bin Ata 'bercakap lalu berkatalah Amru bin Ubeid: "Tidakkah kamu dengar perkataannya? Sungguh ucapan Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin tidak lebih seperti sehelai kapas pembersih haid yang dilemparkan."

Demikian pula seorang pembesar ahli bid'ah berkata: "Sesungguhnya ilmu Asy-Syafie dan Abu Hanifah, keseluruhannya tidaklah keluar dari seluar dalam wanita." [14]

Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan zindiq dan nifaq wal iyadzu billah. Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahawa melecehkan ulama termasuk dosa besar. Para ulama menggolongkannya sebagai perbuatan kufur dan nifak. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
_______
Footnote
[1]. Disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Ma'maj Az-Zawaaid (I/122) ia berkata: "Diriwayatkan oleh At--Thabraani dalam ketiga mu'jamnya dan Al-Bazzar, para perawinya tsiqah."
[2]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4843) dan dihasankan oleh Al-Albaani dalam Shahih At-Targhib (I/44).
[3]. Diriwayatkan daripada Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/122) dan dihasankan oleh Al-Albaani dalam Shahih Jami 'Shaghir (5319) dan Shahih
At-Targhib (I/45).
[4]. Sila lihat kitab Jami 'Bayanil Ilmi wa Fadhlihi karangan Ibnu Abdil Barr (I/129).
[5]. Sila lihat Jami 'Ulum wal Hikam karangan Ibnu Rajab (II/334).
[6]. Sila lihat Ruuhul Ma'aani (I/158).
[7]. Sila lihat Kitab Al-Mishbah Al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir tulisan Shafiyurrahman Mubarakfuuri pada firman Allah surat Al-Mukminun ayat 110
[8]. Protokolat Hukama 'Zionis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad bin Khalifah At-Tunisi laman 187.
[9]. Diriwayatkan daripada Muslim (I/93).
[10]. Qurratul Uyuunil Muwahhidin (halaman 217).
[11]. Fatwa Lajnah Daaimah (I/256 dan 257).
[12]. Al-Asybaah wan Nazhaair (191).
[13]. Majmu 'Ats-Tsamin I/65.
[14]. Lihat kitab Al-I'tisham karangan Asy-Syaathibi II/433.