Sabtu, 27 April 2013

Barangsiapa yang menghina ulama maka dia telah menghina Nabi s.a.w


Bismillah,

Ketahuilah barangsiapa yang menghina ulama maka dia telah menghina Nabi s.a.w. Ulama adalah pewaris para anbiya’, kerana tugas mereka meneruskan perjuangan Nabi s.a.w. iaitu menyebarkan dakwah Islam agar mengesakan Allah s.w.t. Maka terkutuklah manusia yang bermain-main dan mempersendakan ulama kerana merekalah yang membawa sinar cahaya Islam selepas kewafatan baginda s.a.w.

Kedudukan ulama’ sangat mulia di sisi Allah s.w.t. Oleh itu, jangan sesekali kita memperkecilkan kewibawaan mereka apatah lagi menghina, mengutuk dan mencerca mereka dengan tuduhan yang tidak berasas. Bahkan termaktub di dalam hadith bahawa Nabi s.a.w. melarang kita daripada menyakiti hati orang kafir zimmi, inikan pula alim ulama kita. Tidak dinafikan bahawasanya mereka tidak terlepas daripada melakukan kesilapan, kesalahan dan juga dosa, tapi semua itu tidak boleh kita ukur dengan batang tubuh kita.
Dalam sebuah atsar (riwayat) yang populer disebutkan, jadilah seorang alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima, niscaya kalian binasa. [1]

Salah seorang ulama Salaf mengatakan: "Maha suci Allah, Dia telah memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. Dan barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan tidak akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri."



Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ

Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur'an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil. [2]

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim.[3]

Thawus rahimahullah mengatakan: "Termasuk Sunnah, yaitu menghormati orang alim." [4]

Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa kewajiban setiap muslim terhadap para ulama dan orang-orang shalih adalah mencintai dan menyukai mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa berlebih-lebihan atau merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Mengolok-olok ulama dan orang-orang shalih, mengejek atau melecehkan mereka, tentu saja bertentangan dengan perintah untuk mencintai dan memuliakan mereka. Melecehkan ulama dan orang shalih, sama artinya dengan menghina dan merendahkan mereka. [5]



Rumah Allah pun sanggup dihina oleh Samseng munafik UMNO


Al Alusi mengatakan: "Istihza', artinya merendahkan dan mengolok-olok. Al Ghazzali menyebutkan makna istihza', yaitu merendahkan, menghinakan dan menyebutkan aib dan kekurangan, supaya orang lain mentertawainya; bisa jadi dengan perkataan, dan bisa dengan perbuatan dan isyarat." [6]

Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang shalih, termasuk sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan. Sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat, diantaranya yaitu:

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas. [Al Baqarah:212]

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ . تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ . أَلَمْ تَكُنْ ءَايَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ . قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَآلِّينَ . رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ . قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلاَتُكَلِّمُونِ . إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ . فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنتُم مِّنْهُمْ تَضْحَكُونَ . إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَاصَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَآئِزُونَ

Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam naar Jahannam. Muka mereka dibakar api naar, dan mereka di dalam naar itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayatKu telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang tersesat. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim". Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo'a (di dunia): "Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. [Al Mu’minun:103-111].

Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: Kemudian Allah menyebutkan dosa mereka di dunia, yaitu mereka dahulu mengolok-olok hamba-hamba Allah yang beriman dan para waliNya. Allah mengatakan: "Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo'a (di dunia): Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan," yakni kalian malah mengolok-olok dan mengejek do’a dan permohonan mereka kepadaKu. Sampai pada firman Allah "sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku," yakni kebencian kalian kepada mereka membuat kalian lupa kepadaKu. Firman Allah: "kamu selalu mentertawakan mereka," yakni mentertawakan perbuatan dan amal ibadah mereka. [7]

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ . وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلىَ أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَاكِهِينَ . وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَآؤُلآَءِ لَضّآلُّونَ . وَمَآأُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu'min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min. [Al Muthaffifin:29-33].

Ayat ini merupakan dalil, bahwa mengolok-olok itu ada kalanya dengan isyarat. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, bagaimana bentuk olok-olokan orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin, yaitu mereka saling mengedip-ngedipkan mata, dengan tujuan mengejek.

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang munafik:

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْإِلىَ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ . اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syetan-syetan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. [Al Baqaarah:14, 15].

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu'min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [At Taubah:79].