KEPERGIAN Nabi Yunus AS yang meninggalkan umatnya di negeri Ninawa (Irak) menunjukkan sikapnya yang tidak sabar dan gampang berputus asa.
Dalam Alquran, diceritakan kisah tentang Nabi Yunus Alahissalam (AS), yaitu seorang Nabi yang diutus oleh Allah kepada negeri Ninawa di dekat Mosul, Irak. Kisah selengkapnya disebutkan dalam beberapa surat Alquran, antara lain surah Annisaa’ (4) ayat 163, Al-An’aam (6) ayat 86, Yunus (10) ayat 98, Al-Anbiyaa (21) ayat 87-88, dan Alshaafaat (37) ayat 139-148.
Dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur’an karya Sayyid Quthb, disebutkan bahwa negeri tempat diutusnya Nabi Yunus adalah Ninawa, Irak. Sesungguhnya, tidak dijelaskan secara pasti oleh Alquran letak negeri tersebut. Namun, berdasarkan keterangan Alquran surah Alshaafaat ayat 139-148, dapat ditarik kesimpulan bahwa negeri itu berdekatan dengan pantai.
Sementara itu, Sami bin Abdullah Al-Maghluts, dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya; wa al-Rasul, disebutkan bahwa Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut adalah kota yang paling kaya dan besar di masa itu.
Namun, kelapangan rezeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru menyebabkan penduduknya sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan berbagai perbuatan yang dilarang Allah serta senantiasa berbuat kemaksiatan. Di antaranya adalah menyembah berhala yang mereka buat sendiri dan tidak mau beriman kepada Allah. Karena itulah, Allah mengutus Nabi Yunus AS untuk menyadarkan mereka agar beriman kepada Allah SWT serta meninggalkan sesembahan mereka.
Nabi Yunus AS adalah putra dari Matta. Sementara itu, dalam Perjanjian Lama, disebutkan, namanya adalah Yunan adalah putra dari Amatae atau Amitai. Dalam versi lain, disebutkan, Matta bukanlah orang tua Nabi Yunus. Namun, ada yang menisbatkan dengan nama ibunya.
Selama bertahun-tahun, Nabi Yunus AS mengajak umatnya untuk beriman kepada Allah SWT, namun tak ada kaumnya yang mengikuti seruannya. Sebaliknya, kaumnya malah mendustakan Nabi Yunus AS, bahkan berusaha menantang ancaman-ancaman yang disampaikannya.
Karena tak ada kaumnya yang mau beriman kepada Allah, Nabi Yunus merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan kaumnya di saat ancaman dan azab sudah mulai tampak di langit.
Tak mau dirinya mendapatkan siksa dan azab Allah akibat perbuatan kaumnya yang tak beriman itu, Yunus pun segera meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Nabi Yunus tak sabar melihat sikap kaumnya yang tak beriman itu. Karena itu, dia pun segera meninggalkan kaumnya [QS Al-Anbiyaa' (21) ayat 87-88].
Sepeninggal Yunus, penduduk Ninawa sedang menyaksikan tanda-tanda siksa segera turun sebagaimana disampaikan Nabi Yunus AS, yakni langit tampak menghitam, awan mendung, dan hujan lebat tampaknya akan segera turun. Mereka pun kemudian menyatakan beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang disampaikan Nabi Yunus.
Namun, keimanan dan kesaksian mereka akan kebenaran yang disampaikan Yunus tak disaksikan Nabi Yunus AS. Sebaliknya, Nabi Yunus yang meninggalkan umatnya justru mendapatkan kesulitan.
Sesaat setelah tiba di tepi pantai (menurut sebagian pendapat, ketika itu Yunus berada di tepi pantai Laut Merah. Namun, sebelum tiba di sini, Nabi Yunus mampir ke Yafa, sebuah kota di daerah Tepi Laut Merah), Nabi Yunus menumpang sebuah kapal.
Dimakan Ikan Paus
Dalam pelayarannya, tiba-tiba laut bergelombang hebat. Bahkan, angin juga bertiup kencang. Karena khawatir akan keselamatan seluruh penumpangnya, nakhoda kapal menginstruksikan awaknya untuk mengurangi muatan kapal. Namun demikian, upaya itu tak juga membuahkan hasil. Akhirnya, setelah tak mampu menyelamatkan kapal, nakhoda pun melakukan pengundian agar salah seorang penumpang keluar dari kapal.
Saat pengundian dilangsungkan, nama yang muncul adalah Nabi Yunus AS. Ketika sampai tiga kali dilakukan dan nama yang muncul adalah nama Nabi Yunus, akhirnya Nabi Yunus pun harus keluar dari kapal yang ketika itu berada di tengah-tengah lautan. Menyadari semua itu sudah takdir Allah, Nabi Yunus pun merelakan dirinya terapung-apung di laut lepas. Atas kehendak Allah, Nabi Yunus pun dimakan seekor ikan paus. Dalam salah satu riwayat, peristiwa ini terjadi pada abad kesatu sebelum masehi atau sekitar tahun 700 SM.
Dalam perut ikan nun (paus) tersebut, Nabi Yunus menyadari akan kesalahannya karena meninggalkan umatnya. Ia pun senantiasa berdoa dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya. ”Laa ilaha illa Anta, Subhanaka inni kuntu min al-zhalimin (Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang zalim),” demikian doa Yunus dalam perut ikan paus sebagaimana termaktub dalam surah Al-Anbiyaa’ ayat 87.
Menurut Dr Afis Abdullah dalam buku Nabi-nabi dalam Alquran, saat berada dalam perut ikan paus tersebut, Nabi Yunus AS terus-menerus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Menurut riwayat, selain bertasbih dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya, Nabi Yunus AS juga berdoa. Sebagaimana disebutkan Dr Afis Abdullah, selain doa di atas, doa lain yang diucapkannya adalah ”Ya Tuhanku, aku telah mendirikan sebuah masjid untuk-Mu yang belum pernah ada seorang pun yang menyembah di dalamnya.”
Allah SWT mendengar doa Yunus dan mengampuninya. ”Kalau ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat).” (QS Alshaafaat ayat 143-144).
Nabi Yunus pun akhirnya dapat keluar dari perut ikan paus setelah ia dilemparkan ke daratan. Ketika itu, Yunus dalam keadaan lelah. Maka, untuk memulihkan kondisinya, Allah menumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu untuk dimakan (QS Alshaafat ayat 146).
Setelah beberapa saat, akhirnya ia kembali ke Ninawa dan mendapati kaum yang beriman. Ia pun disambut umatnya yang berjumlah mencapai 100 ribu orang. Dan, umatnya mendapatkan kenikmatan yang luar biasa di waktu yang telah ditentukan (QS Alshaafat ayat 148).
Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Alquran, tujuan Nabi Yunus AS saat menumpang kapal itu adalah Tirsyisy (sekarang dikenal dengan nama Tunisia).
Demikianlah cerita Nabi Yunus AS. Karena tak sabar, ia pun diuji oleh Allah atas perbuatannya yang meninggalkan umatnya.
Kapal yang ditumpangi Nabi Yunus AS ketika itu, menurut Sami Abdullah Al-Maghluts, adalah perahu kayu yang dibuat pada abad kesatu sebelum masehi.
Bila dilihat bentuk dan ukurannya, bentuknya sangat mirip dengan kapal-kapal nelayan yang ada saat ini di beberapa daerah, seperti perahu nelayan di Banjarmasin, Makassar, Madura, Semarang, dan lainnya. syahruddin el-fikri
Labu Penyelamat
Setelah keluar dari perut ikan paus, ia mendapati dirinya dalam keadaan lemah, capek, dan lemas. Seolah-olah ia tak memiliki tenaga lagi untuk bangkit.
Allah pun menumbuhkan sebuah pohon di dekat Yunus dari sejenis labu untuk dimakan demi memulihkan tenaganya (QS Alshaafat ayat 146).
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur’an (Di Bawah Naungan Alquran) terbitan Gema Insani Press (GIP), pohon labu yang ditemukan di zaman Nabi Yunus itu mempunyai daun lebar dan dapat mengusir lalat. Menurut kisahnya, pohon labu ini tidak disukai lalat dan tak satu ekor pun ingin mendekati pohon tersebut. Inilah rahmat Allah untuk utusan-Nya.
Ketika Yunus sudah kembali sehat, Allah mengembalikannya kepada kaumnya yang telah ditinggalkannya sewaktu marah dahulu. Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Yunus meninggalkan umatnya. Ada yang menyatakan hingga 40 hari, ada pula yang menyebutkan hanya seminggu, dan sebagainya. Menurut Perjanjian Lama, Yunus berada dalam perut ikan nun (paus) selama tiga hari tiga malam.
Ketika sehat dan tenaganya sudah pulih, ia lalu kembali kepada kaumnya. Di sana, telah menunggu kaumnya yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Ia pun kemudian menyeru umatnya untuk beriman kepada Allah dan menyampaikan risalah kenabiannya. Maka, jadilah mereka orang-orang yang mendapat petunjuk.
Pelajaran Umat
Bagi orang-orang yang berakal dan beriman kepada Allah SWT, dalam kisah Nabi Yunus AS tersebut terdapat pelajaran dan hikmah yang besar. Mereka senantiasa diselamatkan oleh Allah SWT dari bencana dan musibah apabila mereka bersabar dan senantiasa memohon ampun dan petunjuk kepada Allah.
Perbanyak mengingat Allah
Allah memberitahukan umat manusia bahwa Yunus itu termasuk orang-orang yang senantiasa bertasbih dan memohon ampun kepada Allah. ”Maka, kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS Alshaafat ayat 143-144).
Menurut Dr Afis Abdullah, yang dimaksud dengan orang-orang yang banyak mengingat Allah dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang banyak shalat. Sedangkan, Yunus adalah orang yang memperbanyak shalat di waktu senang maka Allah menyelamatkannya di waktu kesempitan (kesusahan).
Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, aku mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Peliharalah Allah niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Dia mengenalmu di waktu kesempitan.”
Kembali kepada Allah
Selain itu, pelajaran lainnya yang bisa dipetik dalam kisah Yunus ini hendaknya kembali kepada Allah dan memohon ampun atas segala kesalahannya sehingga Allah melapangkan kesempitan menjadi keluasan.
Nabi Yunus telah melakukannya dengan meratapi segala kesalahannya dan memohon ampun dari perbuatannya itu. Gambaran ungkapan Nabi Yunus yang mendahulukan kalimat tauhid dilanjutkan dengan tasbih untuk menunjukkan kesempurnaan Allah dan kesuciannya dari segala kekurangan dan kelemahan. Penggambaran ini juga menunjukkan pengakuan seorang hamba atas dosa yang diperbuatnya.
Saad bin Abi Waqqas telah meriwayatkan sabda Nabi SAW. ”Seruan Yunus dalam perut ikan paus dengan ucapan Laa ilaha Illa Anta, Subhanaka Inni kuntu min al-zhalimin, tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau dan sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang zalim. Doa yang tidak ada seorang hamba Muslim pun mengucapkan, sedangkan ia berada dalam bencana, kecuali Allah pasti akan memperkenannya.”
Sabar dalam berdakwah
Dalam kisah Yunus ini, terdapat pelajaran bagi para juru dakwah (dai). Mereka hendaknya sabar dengan segala ujian dan cobaan. Sebab, di balik kesulitan, pasti ada kemudahan (QS Al-Insyirah ayat 1-9).
Ketika Nabi Yunus AS meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, ia menunjukkan bahwa dirinya tak mampu bersabar atas sikap umatnya yang suka membangkang. Namun, bila Allah berkehendak, niscaya segalanya mudah bagi Allah.
Karena itu, ketika Yunus keluar dari satu kesempitan (meninggalkan kaumnya), ia justru mendapatkan kesempitan lainnya, di antaranya harus rela menyeburkan diri ke laut dan dimakan oleh ikan paus.
Ketidaksabaran Nabi Yunus dalam berdakwah ini disampaikan pula oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana termaktub dalam surah Alqalaam ayat 48-50.
”Maka, bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdosa dan sedang dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu, Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh.” sya/taq (Sumber: Republika.co.id, by Republika Newsroom, 1 Junii 2009).