Isnin, 26 Jun 2017

Islam Banyak Mengatur Etika dan Moral Kepemimpinan

Islam telah banyak mengatur etika dan moral kepemimpinan, baik di dalam Alquran maupun hadis Nabi Muhammad saw serta ijma para ulama. Semua ajaran etika dan moral dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan etika dan moral kepemimpinan, namun inti dari semua itu adalah amanah dan keadilan sebagaimana firman Allah swt dalam QS. An-Nahl/16:90

Bermaksud: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".

Keadilan dalam hal ini adalah di dalam memutuskan suatu perkara tidak berat sebelah, keadilan harus dinikmati setiap orang baik muslim muapun non muslim, pejabat maupun bukan pejabat, keluarga maupun bukan keluarga, hendaknya putusan yang diberikan kepada mereka sesuai dengan ketetapan hukum dan bukan berdasarkan atas permusuhan.

Beberapa perinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, keadilan sosial, persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam konteks kenegaraan, amanah dapat berupa kekuasaan ataupun kepemimpinan. Kekuasaan adalah amanah, maka Islam secara tegas melarang kepada pemegang kekuasaan agar melakukan abusei atau penyalagunaan kekuasaan yang diamanahkannya. Karena itu pemegang kekuasaan atau pemimpin wajib berlaku adil dalam arti yang sesungguhnya.

Apabila beberapa perinsip ajaran Islam tersebut di atas tidak diamalkan dengan baik dan benar, maka akan muncul keterpurukan etika dan moral pemimpin sebagai berikut:

Pertama,

Keterpurukan etika dan moral pemimpin disebabkan masih ada hubungannya dengan korupsi yaitu pemimpin yang sangat ambisius untuk mendapatkan harta yang banyak, tidak mempertimbangkan halal dan haram yang penting tujuan tercapai.

Selain itu,  hukum bertujuan untuk mencapai keadilan sebagaimana yang ditegaskan dalam surah Al-Maidah/5:42 "sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya".

Kedua,

Keterpurukan etika dan moral seorang pemimpin adalah pemahaman terhadap ajaran agama sebagai pengendali dalam melakukan tindakan, karena lemahnya agama dapat menyebabkan para pemimpin tidak memperhatikan nilai-nilai etika dan moral. Oleh karenanya wajib bagi seorang pemimpin untuk memperbaiki pemahaman terhadap ajaranya.

Ketiga,

Keterpurukan etika dan moral pemimpin adalah pemimpin yang bersikap sombong. Sebagaimana halnya raja Namruz. Dia adalah orang pertama yang melakukan kesombongan di muka bumi yang mengakui dirinya sebagai Tuhan. Ketika terjadi krisis ekonomi pada zaman kerajaannya, rakyat sangat menginginkan makanan, tetapi raja Namruz tidak mau memberikan makanan yang dia miliki walaupun membeli, jika rakyat tidak mau bersujud kepadanya dan mengucapkan Kamulah Tuhanku.

Itulah sikap sombong yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin yang tidak memperdulikan nilai-nilai etika dan moral dalam kepemimpinannya.

Keempat,

Kurangnya rasa tanggung jawab. Kekuasaan bukanlah sebuah kenikmatan yang harus dihirup, melainkan suatu tanggung jawab, maka berat harus dipikul dan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah swt yang secara demokrasi adalah dihadapan rakyat secara terbuka dan jujur. Berkuasa adalah bukan memegang kendali politik sambil menikmati sumber daya dengan cara menindas, melainkan terkandung pertanggungjawaban politik yang berat di dalamnya.

Kelima,

Tidak jujur. Tanpa kejujuran, maka keutamaan moral lainnya kehilangan nilai. Bersikap baik kepada orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering beracum. Hal yang sama berlaku pada sikap tenggang rasa dan  diri, tanpa kejujuran, dua sikap itu tidak lebih dari sikap berhati-hati tanpa tujuan untuk tidak ketahuan maksud yang sebenarnya.

Sikap jujur harus dimiliki setiap pemimpin, karena tanpa kejujuran seorang penguasa atau seorang pemimpin, segala tindakannya akan mengarah kepada kemunafikan dan tanpa kejujuran keutamaan etika dan moral kehilangan nilai.

Alquran adalah petunjuk bagi umat manusia, maka tidak berlebihan apabila alquran dijadikan sebagai konsep etika politik, dimana etika ingin menjawab “bagaimana hidup yang baik”.

Dengan demikian alquran menerangkan tentang etika dan moral sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Imran/3:159

Maksudnya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Kandungan ayat tersebut di atas menerangkan tentang etika dan moral kepemimpinan yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi umat, antara lain memiliki sifat lemah lembut dan tidak menyakiti hati orang lain dengan perkataan atau perbuatan, serta memberi kemudahan dan ketentraman kepada masyarakat. sifat-sifat ini merupakan faktor subyektif yang dimiliki seorang pemimpin yang dapat merangsang dan mendorong orang lain untuk berpartisipasi dalam musyawarah,. Sebaliknya, jika seorang pemimpin tidak memiliki sifat-sifat tersebut di atas, niscaya orang akan menjauh dan tidak memberi dukungan.

Dalam sejarah, kaum Majusi telah menguasai dunia selama empat ribu tahun. Kelanggengan kekuasaan hanya dapat terjadi dengan perilaku adil terhadap rakyat dan memelihara urusannya secara bersama-sama. Mereka tidak membiarkan kezaliman dalam urusan agama dan keyakinan mereka. Mereka mengelolah negaranya dengan adil. Mereka juga senantiasa berbuat adil terhadap manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemakmuran dan kehancuran dunia bergantung kepada penguasanya. Jika penguasa adil, maka dunia akan makmur dan rakyat akan merasa aman, sebaliknya penguasa tidak adil, maka dunia akan runtuh. Sebab agama merupakan sistem nilai yang diyakini kebenarannya dan panduan kehidupan serta modal ketenangan jiwa sebelum seseorang menentukan suatu tindakan tertentu.

Prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kekuasaan sebagai amanah. Prinsip amanah tercantum dalam Alquran surah Al-Nisa/4:58

Maksudnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat".

 Makna amanah adalah “titipan” atau “pesan”. Dalam demokrasi Islam, amanah dipahami sebagai “sesuatu karunia atau nikmat Allah yang merupakan suatu bentuk pemeliharaan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perinsip-perinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Alquran yang kelak harus dipertanggungjawabkan kepada Allah.

Seseorang yang bertanggungjawab diharapkan takut kepada Allah terhadap apa yang ditugaskan kepadanya dari urusan umat agar ia ingat betapa besarnya amanah yang diemban untuk mengerjakannya. Alquran sebagai sumber gagasan etika politik berusaha menanamkan perilaku yang baik kepada para pemimpin untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang berwibawa. Oleh karenanya perilaku rakyat sangat tergantung dari kebijakan para pemimpin, rakyat bermoral adalah cerminan dari seorang pemimpin. Pemimpin yang bertanggungjawab adalah pemimpin yang beretika dan bermoral yang bersumber dari nilai-nilai luhur agama. Dengan demikian segala tindakan yang baik, adil, beramanah dari pemimpin akan mendapatkan syafaat, selama pemimpin tidak keluar dari koridor yang telah digariskan oleh Allah swt dalam Alquran sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kesimpulan

Etika politik Islam senantiasa merujuk pada ketentuan dalam Alquran dan hadis. Dalam Alquran menyerukan umatnya untuk berlaku adil dan berbuat baik serta berlaku amanah. Perinnsip dasar dalam etika politik Islam adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan menghormati hak-hak asasi manusia, sehingga tercipta suatu kedamaian yang berkelanjutan dibawah norma-norma agama. Dan ketika segala aktifitas politik yang dilakukan senantiasa dituntut oleh nilai-nilai yang bersumber dari Alquran, maka aktifitas yang dilakukan mendapat berkah yang berlipat ganda, sehingga terhindar dari malapetaka yang disebabkan karena melakukan keterpurukan atau kemungkaran.