Khamis, 22 Disember 2016

Hukum Membantu Orang Kafir dalam Memerangi Kaum Muslimin


Besarnya perhatian Islam terhadap persaudaran antara sesama muslim, juga menimbulkan efek hukum yang cukup tegas atas orang-orang yang membantu orang kafir dalam memerangi kaum muslimin. Tentunya orang awam pun bisa memahami bagaimana jika ada seseorang yang senang ketika saudaranya yang seagama dizhalimi, apalagi kalau sampai membantu mereka untuk menyerang kaum muslimin. Tentu hal itu akan sangat berlawanan dengan prinsip keimanan yang diyakininya.

Membantu orang kafir dalam memerangi kaum muslimin adalah salah satu tabiat orang munafik.Ia merupakan bagian dari cabang kemunafikan yang selalu muncul untuk meyerang Islam. Allâh swt telah menjelaskannya dalam berbagai macam nashal-Qur’an, diantaranya adalah:

بَشِّرِالْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا * الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin.Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allâh. (QS. An-Nisa’ [4]: 138-139)

فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ

“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana…” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 52) Para ulama pun telah sepakat bahwa barangsiapa yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpinnya, penolongnya, atau ikut bergabung dan membantu mereka dalam memerangi ummat Islam maka dia telah murtad, keluar dari agama Islam.

Di antara perbuatan yang bertentangan dengan aqidah adalah memberi dukungan terhadap orang-orang kafir diantara perbuatan itu adalah bersekutu dengan mereka melawan orang-orang Islam, maksud bersekutu di sini adalah menolong, membantu dan mendukung orang-orang kafir melawan kaum muslimin, bergabung dengan orang-orang kafir, membela mereka dengan harta, pedang dan pena. Ini adalah kekufuran, bertentangan dengan iman.

Dalam al-Quran Surah Ali Imran ayat 28 Allâh swt berfirman :

لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi perwakilan dengan meninggalkan orang-orang mukmin.barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allâh, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.Dan Allâh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.Dan hanya kepada Allâh engkau kembali.”(QS. Ali Imran [3]: 28).

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖوَسَاءَتْمَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas datang kepadanya petunjuk dan mengikuti jalanorang-orang yang tidak beriman maka Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatannya (yakni menentang Rasul dan mengikuti jalan orang-orang kafir) kemudian Kami seret ke dalam Jahannam.Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisâ’ [4]: 115)

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖوَلَاتَتَّبِعُواالسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِۚذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allâh agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’âm [6]: 153)

Syaikh Sulaiman bin Abdullah, cucunya Muhammad bin Abdul Wahhab, dalam risalahnya Ad-Dalail Fi Hukmi Muwalati Ahli Isyraak menyebutkan lebih dari dua puluh dalil tentang larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau penolong.

Diantara kumpulan dalil-dalil tersebut adalah:

Allâh menegaskan bahwa orang yang mengangkat orang kafir sebagai wali maka dia termasuk bagian dari golongan mereka.Allâh swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 51)

Imam Ath-Thabari ketika menafsirkan ayat ini berkata,”Siapa saja yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, sekutu atau membantu mereka dalam melawan kaum muslimin, maka ia adalah orang yang se-idiologi dan seagama dengan mereka. Karena tak ada seorangpun yang menjadikan orang lain sebagai walinya kecuali ia ridha dengan diri orang itu, agamanya, dan kondisinya. Bila ia telah ridha dengan diri dan agama walinya itu, berarti ia telah memusuhi dan membenci lawannya, sehingga hukum (kedudukannya) seperti hukum walinya.” Ibnu ‘Atiyah menjelaskan, maksudnya adalah mencintai dan mengikuti mereka dalam seluruh tujuan yang mereka inginkan.” Sementara Al-Baidhawi berkata, “Barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai wali (penolong) maka dia termasuk dari golongan mereka.Ayat ini menegaskan tentang wajibnya menjauhi mereka.

Kesimpulan hukum tersebut juga ditegaskan oleh para ulama lainnya, misalnya Ibnu Hazm dalam Al-Muhalaa 13/35, Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir 2/50, Al-Qasimi dalam Mahasinu Ta’wil 6/240.

Allâh swt berlepas diri dari mereka yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpinnya.Allâh swt berfirman :

لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi perwakilan dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allâh, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allâh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.dan hanya kepada Allâh engkau kembali.”(QS. Ali Imran [3]: 28).

Imam Asy-Syaukani menjelaskan bahwa dia tidak akan mendapatkan pertolongan dari Allâh sedikitpun bahkan Allâh berlepas diri darinya dalam setiap keadaan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw mengingatkan ummatnya. Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda :

مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ ،لَقِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

“Barangsiapa membantu dalam rangka membunuh seorang mukmin dengan separuh kalimat saja, ia akan menghadap Allâh, tertulis di antara kedua matanya: Aayisun min rohmatillah… (orang yang berputus asa dari rahmat Allâh).” (HR. Ibnu Majah) Membantu orang kafir dalam rangka memerangi kaum muslimin merupakan amalan yang dapat membatalkan keimanan. Allâh berfirman:

تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ * وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِا للَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَااتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allâh kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allâh, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 80-81).

Ketika kota Baghdad ingin digempur oleh pasukan Tartar, sebagian kaum muslimin ada yang ikut bergabung bersama pasukan tersebut. Mengomentari hal itu, Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa diantara mereka bergabung ke dalam pasukan Tartar maka dia lebih berhak untuk dibunuh terlebih dahulu daripada pasukan Tartar.Karena dalam pasukan Tartar ada pasukan yang ikut berperang karena terpaksa dan ada juga tidak. Sementara sunnah Nabi saw telah menetapkan bahwa hukuman terhadap orang murtad lebih besar daripada orang kafir asli disebabkan beberapa hal.”

Syaikh Abdullah bin Abdul Latif Ali berkata, “Saling tolong menolong dengan orang kafir adalah kafir yaitu seperti membantu mereka dengan harta, jiwa dan pikiran.”

Dilema ISIS

Bagaimana dalam konteks koalisi yang dipimpin Amerika Serikat untuk menggempur IS/ISIS yang belakangan ini ramai diperdebatkan. Bukankah yang mereka perangi itu orang-orang khawarij yang juga mengancam keamanan ummat Islam lainnya? Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat.

Jumhur ulama berpendapat bahwa memohon pertolongan kepada orang kafir dalam memerangi ahlul bughat atau khawarij adalah haram.Hanya kalangan ulama Hanafiah saja yang membolehkannya namun dengan syarat yang cukup ketat, yaitu kekuasaan Islam lebih kuat (lebih mendominasi) daripada kekuasaan mereka. Karena pada dasarnya tujuan memerangi khawarij bukan dalam rangka ingin membunuh mereka akan tetapi menahan kekejaman atau memaksa mereka untuk taat kembali.

Al-Qarafi, salah seorang ulama Malikiah, berkata, “Tidak boleh membunuh tawanan mereka, hartanya juga tidak boleh dijadikan ghanimah, keturunan mereka tidak boleh ditawan dan tidak boleh memohon bantuan kepada orang musyrik dalam memerangi mereka.” Imam Nawawi berkata, “Tidak boleh memohon bantuan kepada orang kafir untuk memerangi mereka, karena orang kafir tidak boleh menguasai urusan kaum muslimin, oleh karena itu, bagi orang yang terkena qishas tidak boleh diwakilkan kepada orang kafir, demikian juga tidak boleh bagi imam mengangkat orang kafir sebagai algojo dalam menegakkan hudud atas orang muslim.

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

“Dan Allâh sama sekali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk berkuasa (memusnahkan) orang-orang mukmin.” (QS. An-Nisa [4]: 141)

Memang berbeda ketika berhadapan dengan orang kafir, sebagian ulama membolehkan meminta bantuan kepada orang kafir jika memang keadaannya darurat dan menbutuhkan hal itu. Standarnya tetap melihat pertimbangan maslahat dan mudharat dan yang paling penting dalam hal ini adalah mereka menetapkan syarat yaitu kaum muslimin tetap menjadi penguasa yang tertinggi, karena jika kekuasaan kafir lebih mendominasi dalam pasukan tersebut, suatu saat dikhawatirkan mereka akan menguasai urusan kaum muslimin.

Semua pertimbangan hukum tersebut bermuara kepada kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin, sehingga Syaikh Hamud ‘Uqala As-Syu’aibi menyebutkan beberapa alasan kenapa tidak boleh bagi pemimpin muslim meminta bantuan kepada orang kafir untuk memerangi orang khawarij dalam kondisi apapun. Hal itu karena disebabkan beberapa hal, diantaranya:

Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah dan pendapat ulama yang melarang memohon bantuan kepada orang kafir dalam rangka memerangi orang kafir lainnya. Jika pendapat ini lebih rajih maka larangan meminta bantuan kepada orang kafir untuk memerangi orang Islam tentu lebih utama.

‘Illah (alasan) bolehnya memerangi ahlul bughat (khawarij) adalah untuk menahan kekejaman mereka dan memaksa mereka untuk taat kepada amir bukan untuk dibunuh. Oleh karena itu dalam hal ini tidak butuh bantuan orang kafir.

Meminta bantuan kepada orang kafir berarti menjadikan mereka sebagai wali dan menandakan kecondongan hatinya kepada mereka.

Meminta bantuan orang kafir akan memudahkan mereka untuk memecah belah kekuatan muslimin sehingga mereka dapat menguasai urusan kaum muslimin

Meminta bantuan kepada orang kafir sama saja memberikan kepada mereka legitimasi untuk intervensi langsung terhadap urusan kaum muslimin dan akan menampakkan kelemahan kaum muslimin serta secara tidak langsung menjadikan mereka sebagai pemimpin yang akan dijadikan tempat bagi kaum muslimin untuk berhukum (mengambil kebijakan).

Ditulis
Muhammad Suparman al Jawi, S.Pd.I
Mjelis Syuro MPAQ