Fitnah Terhadap DS Anuar Ibrahim
Ibnul Qoyyim berkata: sebagian besar para ulama salaf mengartikan fitnah di sini adalah kesyirikan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا [البروج/10
“Sesungguhnya
orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka
azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (QS. Al -
Buruj : 10).
Fitnah
dalam ayat ini ditafsirkan dengan penyiksaan orang-orang musyrik
terhadap orang-orang beriman dan mereka membakar orang-orang beriman
dengan api.
Sebenarnya
lafazt ayat tersebut lebih umum. Tujuan meraka menyiksa orang-orang
beriman agar terkena fitnah (lari) dari agama islam”. Maka fitnah ini
disandarkan kepada perbuatan orang-orang musyrik.
Adapun
fitnah yang disandarkan oleh Allah ta'ala kepada diri-Nya sendiri, atau
yang disandarkan oleh Rosulullah kepada-Nya (Allah ta'ala).
Seperti disebutkan dalam firman Allah yang lain:
وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ [الأنعام/53]
“Dan seperti itulah kami menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lain”.
Dan perkataan musa 'alaihis salam dalam firman Allah :
إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ [الأعراف/155]
“Itu
hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang
Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki.” (QS. Al A'raf : 155).
Fitnah
di dalam ayat ini bermakna lain, yang mana maknanya adalah cobaan atau
ujian dari Allah ta'ala kepada para hamba-Nya dengan kebaikan atau
keburukan, dengan nikmat atau musibah, maka ini adalah salah satu bentuk
fitnah. Fitnah orang-orang musyrik juga merupakan salah satu bentuk
fitnah. Dan fitnah orang-orang beriman dalam harta, anak-anak, dan
tetangga mereka juga merukapakan bentuk fitnah yang lain. Demikian pula
Fitnah yang menimpa umat islam seperti fitnah yang terjadi diantara
sahabat Ali dan Mua'awiyah, diantara para pasukan perang jamal dan
siffin, dan diantara kaum muslimin lainnya, sampai mereka saling
berperang dan berjauhan, juga merupakan salah satu bentuk dari fitnah.
Yang lainnya seperti fitnah yang disabdakan oleh Rosulullah :
“Akan
terjadi sebuah fitnah dimana orang yang duduk lebih baik daripada orang
yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan,
dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari-lari
kecil”.
Dan
hadist-hadist lain yang terdapat di dalamnya menerangkan tentang
perintah Rosulullah untuk memisahkan diri dari dua kelompok yang
saling bertikai, adalah fitnah yang seperti ini.
Terkadang fitnah maksudnya adalah perbuatan maksiat, sebagaimana firman Allah ta'ala, yang artinya :
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ ائْذَنْ لِي وَلَا تَفْتِنِّي [التوبة/49]
“Di
antara mereka ada yang berkata, "Berilah saya keijinan (tidak pergi
berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.”
(QS. At Taubah : 49).
Perkataan
ini diucapkan oleh Al Jad bin Qais tatkala Rasulullah mengajaknya ke
tabuk, ia berkata : “izinkan aku untuk duduk berdiam di sini saja dan
janganlah engkau menjerumuskan aku ke dalam fitnah dengan cara
mempertemukan aku dengan perempuan-perempuan bani ashfar, karena aku
tidak dapat bersabar terhadap mereka.”.
Lalu Allah ta'ala berfirman, yang artinya :
أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا [التوبة/49]
“Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49)
yakni mereka terjatuh ke dalam fitnah kemunafikan padahal mereka bertujuan lari dari fitnah perempuan-perempuan bani ashfar.
Allah ta'ala juga berfirman :
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ [الفرقان/20]
“Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain.Sanggupkah kamu bersabar” (QS. Al Furqon : 20).
Maka
demikianlah, Allah ta'ala telah menjadikan wali-walinya sebagai fitnah
(cobaan) bagi musuh-musuh-Nya. Sebaliknya Allah ta'ala menjadikan
musuh-musuh-Nya sebagai fitnah bagi wali-wali-Nya. Dan raja juga
merupakan fitnah bagi rakyatnya, serta rakyat merupakan fitnah bari raja
mereka. Laki-laki merupakan fitnah bagi perempuan dan sebaliknya. Orang
kaya merupakan fitnah bagi orang miskin dan begitu juga sebaliknya.
Maka
setiap orang akan diuji dengan lawan yang Allah ta'ala jadikan sebagai
kebalikannya. Tidaklah berdiri kaki Adam dan Hawa di atas muka bumi
melainkan lawan mereka berdua senantiasa di hadapan mereka. Dan perkara
ini akan terus berlanjut sampai kepada keturunan berikutnya sampai Allah
ta'ala menggulung dunia ini bersama siapa saja yang ada di atasnya.
Betapa banyak yang Allah ta'ala miliki -dari semisal cobaan dan ujian
ini- berupa hikmah yang sempurna, nikmat yang luas, keputusan yang
pasti, perintah dan larangan, serta pengaturan. Seluruhnya menunjukkan
akan kesempurnaan sifat rububiyyah Allah dan uluhiyyah-Nya serta
kerajaan dan sifat terpuji-Nya. Demikian juga cobaan baik dan buruk atas
hamba-Nya di dunia ini, merupakan bentuk dari kesempurnaan hikmah Allah
dan keterpujian sifat-Nya yang sempurna.
Pembagian Fitnah
Ibnul
Qayyim mengatakan bahwa fitnah itu ada dua macam : fitnah syubuhat
-yang merupakan fitnah paling besar- dan fitnah syahwat. Seorang hamba
dapat terjangkit dua fitnah ini sekaligus, atau terjangkit salah satu
saja tanpa lainnya.
Fitnah
syubuhat ini disebabkan oleh lemahnya seseorang akan ilmu dan kurangnya
pengetahuan agama, apalagi kalau hal tersebut diiringi dengan niat
jelek, serta keinginan untuk memuaskan hawa nafsu semata. Maka dari sana
akan timbul fitnah dan musibah yang sangat besar. Sepertihalnya seorang
hakim yang sesat dan berniat buruk dalam memutuskan suatu perkara, dia
berada di atas hawa nafsunya buta petunjuk serta diiringi kebodohan
terhadap apa yang diturunkan Allah ta'ala kepada Rasul-Nya. Maka dia
termasuk golongan yang tercantum dalam firman Allah ta'ala, yang artinya
:
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ [النجم/23]
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka” (QS. An Najm : 23).
Dan
Allah ta'ala menjelaskan pada kita bahwa mengikuti hawa nafsu akan
menyesatkan kita dari jalan Allah ta'ala, sebagaimana firman-Nya, yang
artinya :
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ [ص/26]
“Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah.sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.” (QS. 38:26).
Fitnah
syubuhat merupakan fitnah yang dapat menjerumuskan seseorang kepada
kekafiran dan kemunafikan. Fitnah ini timbul dari orang-orang munafik
dan ahli bid'ah sesuai dengan tingkatan-tingkatan bid'ah mereka. Hal itu
disebabkan adanya kesamaran antara yang haq dengan yang batil dan
antara petunjuk dengan kesesatan dalam pemahaman mereka.
Dan
tidak ada hal yang dapat menyelamatkan dari fitnah shubhat ini, kecuali
mereka yang secara murni mengikuti Rasulullah . Dan menerima segala
keputusan beliau dalam segala urusan agama, baik dalam urusan yang kecil
maupun yang besar, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Begitu pula
dalam masalah aqidah (keyakinan), amal perbuatan, hakekat, serta syariat
agama ini. Maka ia menerima tentang hakikat keimanan dan syariat islam
hanya dari Rasulullah .
Ia
tidak hanya mengikuti Rasulullah dalam perkara tertetu saja, dan
tidak dalam perkara lain. Seperti mengikuti Rasul dalam hal ibadah,
tapi dalam hal aqidah tidak. Karena ajaran Rasulullah mencakup seluruh
aspek yang dibutuhkan umat baik dalam bidang ilmu maupun amal.
Maka
dapat disimpulkan bahwa, ajaran yang benar hanyalah ajaran yang secara
langsung diambil dari belian, bukan dari selainnya. Segala petunjuk yang
haq (benar) adalah yang beliau bawa. Segala hal yang bertentangan
dengan hal tersebut adalah sesat. Bila hal ini sudah tertanam pada diri
seseorang, maka segala yang dia dengar akan ditimbang dengan timbangan
syariat, apabila sesuai dia terima, tetapi apabila bertentangan dia
tinggalkan.
Inilah
kunci selamat dari fitnah syubuhat. Semakin banyak yang dia
perhitungkan, maka semakin jauh pula dia dari kesesatan, begitu juga
sebaliknya, semakin banyak dia lewatkan tanpa pertimbangan semakin jauh
pula dia dari kebenaran. Diantara jalan-jalan timbulnya fitnah syubuhat
ini adalah pemahaman yang salah, atau penukilan dari orang-orang dusta,
atau berasal dari kebenaran yang samar dari seseorang. Juga dari niat
yang buruk serta hawa nafsu yang ditaati, maka ini termasuk kebutaan
dalam ilmu dan buruknya keinginan.
Adapun
jenis fitnah yang kedua adalah fitnah syahwat. Allah ta'ala
mengumpulkan penyebutan kedua fitnah tersebut dalam firman-Nya :
كَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَانُوا أَشَدَّ مِنْكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا فَاسْتَمْتَعُوا بِخَلَاقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُمْ بِخَلَاقِكُمْ [التوبة/69]
“(Keadaan
kalian) seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat
daripada kamu, dan lebih banyak harta benda dan anak-anaknya daripada
kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah nikmati
bagianmu” (QS. At Taubah : 69)
Yaitu
mereka telah menikmati bagian mereka dari dunia ini dan syahwat
(perhiasan)nya. Dan makna (الخلاق) adalah bagian yang telah ditentukan.
Kemudian Allah ta'ala berfirmankan :
وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُوا [التوبة/69]
“Dan kamu berbincang-berbincang dengan (hal yang batil) sebagaimana mereka telah memperbincangkannya.” (QS. At Taubah : 69).
Yang dimaksud dengan perbincangan dengan yang batil di sini adalah syubuhat (kesamaran antara yang hak dengan yang batil).
Allah
ta'ala memberikan isyarat dalam ayat ini bahwa rusaknya hati dan agama
adalah buah dari menikmati bagian (dunia dan syahwatnya) dan
memperbincangkan hal yang batil. Karena rusaknya agama bisa disebabkan
oleh sebuah keyakinan yang salah serta mengukapkannya dan bisa pula
dikarenakan amal yang menyalahi (bertentangan) dengan ilmu yang benar.
Yang pertama penyebabnya adalah bid'ah dan semisalnya, sementara yang
kedua penyebabnya adalah buruknya amal perbuatan.
Yang
pertama merupakan kerusakan dari sisi syubuhat sedangkan yang kedua
dari sisi syahwat. Oleh sebab itu, para ulama salaf mengatakan :
“waspadailah dua golongan manusia : pengekor syubuhat dan budak dunia”.
Para ulama juga mengatakan : “waspadailah bahaya ulama yang jahat dan
ahli ibadah yang bodoh, karena bahaya keduanya bisa menimpa setiap
orang”. Asal setiap bahaya (kerusakan) bermula dari mendahulukan akal
nalar terhadap dalil wahyu, dan mengutamakan hawa nafsu dari akal sehat.
Yang pertama merupakan asal mula fitnah syubuhat, sedangkan yang kedua
merupakan asal mula fitnah syahwat