Sesungguhnya Allah عزّوجلّ menciptakan manusia di atas fitrah. Allah عزّوجلّ berfirman:
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
"Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu." (QS ar-Rum [30]: 30)
Dan kebenaran adalah salah satu fitrah yang telah ditanamkan oleh Allah عزّوجلّ dalam diri setiap manusia.
TIDAK ADA MANUSIA YANG BERSIH DARI KESALAHAN
Seorang hamba tidak dituntut maksum dari kesalahan, baik ketika dia bergaul dengan manusia atau beribadah kepada Allah عزّوجلّ. Bagaimanapun juga, salah dan lupa menjadi tabiat dasar seorang insan. Ketika seorang hamba bersalah atau terjatuh ke dalam dosa, yang wajib baginya adalah kembali kepada kebenaran, bersegera kembali kepada Allah عزّوجلّ agar dia termasuk seorang hamba yang disebutkan dalam al-Qur'an:
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS Ali 'Imran [3]: 135)
Barang siapa meneliti perjalanan para salaf, niscaya tidak akan menemui pada mereka seorang pun yang punya keistimewaan terjaga dari kesalahan. Akan tetapi, secara yakin kita akan mendapati bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat sedikit salahnya. Mereka adalah orang-orang yang paling berhak untuk menyandang gelar dalam firman Allah عزّوجلّ:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS al-A'raf [7]: 201)
Inilah letak pentingnya untuk bersegera bertaubat, kembali kepada kebenaran ketika telah jelas kesalahan. Hal ini lebih baik daripada tetap berada dalam kebatilan hanya demi mengikuti hawa nafsu, bujukan setan, senang dan bangga dengan kesombongan diri.
MANUSIA BERBEDA-BEDA TABIATNYA
Telah diketahui secara pasti bahwa manusia punya tabiat yang berbeda-beda. Ada orang yang sifatnya selalu senang, ada yang sering murung, ada juga yang tawadhu', ada yang sombong, dan seterusnya.
Sifat-sifat tersebut yang paling istimewa adalah orang yang sedikit marahnya dan segera mengakui salah serta kembali kepada kebenaran.
Orang yang seperti ini akan cepat mengakui kesalahannya, akan cepat bertaubat dan merasa bersalah yang membawanya untuk kembali ke jalan kebenaran dan memohon ampunan. Jiwanya selalu memerintahkan kepada keburukan, tetapi dirinya mampu menguasainya dan mengalahkannya sehingga dia akan segera kembali kepada kebenaran. Orang semacam ini yang akan mendapat keutamaan. Apa saja keutamaan kembali kepada kebenaran? Jawabnya:
HIKMAH DAN KEUTAMAAN KEMBALI KEPADA KEBENARAN
1. Melaksanakan perintah Allah عزّوجلّ
Allah عزّوجلّ mewajibkan seluruh manusia mengikuti kebenaran, bukan mengikuti adat istiadat atau selalu dalam kebatilan. Allah عزّوجلّ berfirman:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)." (QS al-A'raf [7]: 3)
2. Mengakui kerendahan dirinya
Sifat manusia yang selalu bersalah akan membawa manusia bersifat rendah hati, mengakui kerendahan dirinya, tidak sombong, karena hanya Allah عزّوجلّ semata yang Maha Sempurna. Nabi عزّوجلّ bersabda:
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kamu tidak berbuat dosa, Allah benar-benar akan menggantikan kamu dan mendatangkan suatu kaum yang akan berbuat dosa, lalu mereka memohon ampun kepada Allah, maka Allah mengampuni mereka."2
3. Sifat orang yang beriman
Sifat orang yang beriman adalah orang yang segera sadar dari kesalahan, bertaubat kepada Allah عزّوجلّ, dan tidak sombong untuk kembali kepada kebenaran. Sebaliknya, orang munafik adalah orang yang sombong dan enggan menerima kebenaran. Allah عزّوجلّ berfirman:
"Dan apabila dikatakan kepadanya 'bertaqwalah kepada Allah', bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya." (QS al-Baqarah [2]: 206)
4. Meninggikan kedudukannya di hadapan manusia
Orang yang mulia dan terhormat adalah orang yang menerima kebenaran dan mau kembali pada kebenaran. Sementara itu, orang yang angkuh adalah orang yang menolak kebenaran.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia."3
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله mengatakan, "Yang wajib bagi seorang insan adalah kembali kepada kebenaran di mana pun dia mendapatinya. Walaupun hal itu menyelisihi pendapatnya, tetapi kembalilah kepada kebenaran. Karena hal ini lebih mulia di sisi Allah, lebih mulia di sisi manusia, lebih selamat bagi jiwanya dan lebih bersih, tidak akan membahayakannya. Dan janganlah engkau menyangka jika engkau meninggalkan pendapatmu menuju kebenaran maka hal itu akan menjatuhkan kedudukanmu di mata manusia. Bahkan sebaliknya, hal ini akan meninggikan kedudukanmu dan orang-orang akan mengetahui bahwa engkau tidak mengikuti kecuali kebenaran. Adapun orang yang terus memegangi pendapatnya dan menolak kebenaran, maka orang yang seperti ini adalah orang yang sombong, dan kita berlindung kepada Allah."4
5. Masuk ke dalam surga
Orang-orang yang tidak sombong, yang mau kembali kepada kebenaran, yang mengakui kesalahannya itulah yang berhak masuk surga. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun seberat biji sawi."5
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali رحمه الله tatkala mengomentari hadits di atas beliau berkata, "Orang yang sombong adalah orang yang memandang dirinya sempurna segala-galanya. Dia memandang rendah orang lain, meremehkan dan menganggap orang lain tidak pantas mengerjakan suatu urusan, sombong menerima kebenaran jika datang dari orang lain."6
KEMBALI KEPADA KEBENARAN LEBIH BAIK DARIPADA TERUS DALAM KEBATILAN
Bukan sebuah aib jika seorang terjatuh dalam kesalahan, karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat."7
Yang menjadi musibah adalah jika seseorang tetap dan terus berada dalam kesalahan dan kebatilan setelah jelas baginya kebenaran. Padahal, jika kita renungi ayat-ayat al-Qur'an, ternyata sangat banyak yang memerintahkan kita agar mengikuti kebenaran. Di antaranya:
Allah عزّوجلّ berfirman:
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)." (QS al-A'raf [7]: 3)
Allah berfirman pula:
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa." (QS al-An'am [6]: 153)
BUANG JAUH-JAUH SIKAP SOMBONG!
Mulai detik ini, marilah kita berlapang dada untuk menerima kebenaran. Buang jauh-jauh sikap sombong menolak kebenaran dan terus dalam kebatilan. Janganlah Anda berpaling dari kebenaran dan seruan Allah عزّوجلّ untuk mengikuti kebenaran! Allah عزّوجلّ berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
"Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." (QS as-Sajdah [32]: 22)
Al-Imam Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan, "Demikianlah jika seorang hamba berpaling dari Rabbnya, Allah akan membalasnya dengan berpalingnya Allah darinya. Tidak mungkin baginya kembali kepada Allah. Ingatlah selalu kisah Iblis, semoga engkau bisa mengambil manfaat dari kisah ini, tatkala Iblis bermaksiat kepada Rabbnya dan tidak patuh terhadap perintah-Nya, dia terus seperti itu, maka Allah menghukumnya dengan menjadikan dirinya sebagai penyeru setiap kemaksiatan, baik yang besar maupun yang kecil, hal ini karena sebab berpaling dari Allah. Balasan kejelekan adalah kejelekan semisalnya, sebagaimana balasan kebaikan adalah kebaikan."8
Note
1. Majmu’ Fatawa 10/88.
2. HR Muslim: 2749.
3. HR Muslim: 91.
4. Syarh Riyadhush Shalihin 3/537, Madar al-Wathan.
5. HR Muslim: 91.
6. Jami'ul 'Ulum wal Hikam 2/275.
7. HR at-Tirmidzi: 2499, Ibnu Majah: 4251, ad-Darimi: 2783. Asy-Syaikh al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam al-Misykah No. 2341.
8. Tafsir al-Qayyim hlm. 320.
Sumbar:
Muslimin Harahap