Kedatangan nabi-nabi, rasul-rasul, mujaddid-mujaddid kepada umat
manusia adalah untuk membawa rahmat Tuhan bagi seluruh alam. Rahmat
Tuhan yang paling besar adalah kenal Tuhan. Bila manusia kenal Tuhan
maka ia akan cinta, takut, rindu, terima kasih dan mendorongnya untuk
beribadah dan menyembah Tuhan. Hasil dari kenal Tuhan dan ibadah yang
dihayati ini akan mendorongnya berbuat kebaikan kepada manusia dan
makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan sehingga wujudlah keamanan,
keharmonian dan kasih sayang dalam masyarakat.
Tetapi malangnya di dunia hari ini walaupun manusia masih percaya
adanya Tuhan tetapi sudah kehilangan Tuhan dalam kehidupan mereka.
Hampir seluruh lapisan dan peringkat masyarakat sudah melupakan Tuhan
dalam kehidupan mereka. Rakyat awam, praktisi, pelaku dan pengamat
sosial kemasyarakatan, seluruh lapisan rakyat, para pebisnis &
pengusaha, guru dan kalangan pendidik, para dai, ulama dan mubaligh,
aparat penegak hukum, elemen yudikatif, legislatif serta kalangan
pemerintahan pengambil berbagai kebijakan, semuanya sudah melupakan
Tuhan. Kalaupun ada hanya sebatas ritual fisik belaka yang tidak mampu
mencegah insan-insan tersebut dari kemungkaran dan kejahatan.
Hasil dari melupakan Tuhan ini maka hilanglah cinta terhadap sesama.
Kalau terhadap Tuhan yang terlalu berjasa kepada manusia, sehingga patut
dicintai, manusia sudah melupakan dan tidak mencintaiNya, maka atas
alasan manusia dapat mencintai sesama. Manusia lain itu mungkin tidak
ada jasanya kepada dia. Kesan negatifnya terlalu banyak. Manusia sudah
tidak berkasih sayang, tidak pemurah, tidak amanah, tidak ada tenggang
rasa, tidak ada perikemanusiaan, tidak keadilan dan kerja sama. Kalaupun
ada kerjasama bukan atas dasar cinta, tidak ikhlas dan ada kepentingan,
mungkin karena ingin keuntungan ataupun untuk menjaga harga diri.
Karena itu ikatannya terlalu tipis dan dapat berpecah kapan saja.
Orang yang kehilangan Tuhan bukan saja di kalangan orang yang tidak
ikut syariat, bahkan orang yang mengerjakan shalat, membayar zakat,
mengerjakan haji dan umroh-pun sudah kehilangan Tuhan. Walaupun mereka
banyak di mesjid, tetapi sebenarnya bukan dibuat atas dasar mencintai
Tuhan. Sebab itulah tidak lahir kasih sayang, pemurah, kerja sama,
bermaaf-maafan. Akibatnya di dalam masjid pun sering terjadi
pertengkaran dan perkelahian. Yang menjadi pembohong, memfitnah, menipu,
korupsi dan lain-lain kejahatan adalah di kalangan mereka yang shalat,
puasa, naik haji, umrah dll. Ibadahnya tidak berbuah. Itulah tandanya
ikut Islam tetapi tidak kenal Tuhan. Bukan saja orang politik,
pengusaha, polisi, tentara, bahkan ulama dan orang yang shalat pun sudah
terpisah dengan Tuhan. Sholat dibuat dalam keadaan hati yang lalai
dengan Tuhan. Selepas sholat, meraka menipu, korupsi, membohong
memfitnah dan lain. Sholatnya tidak memberi kesan dalam kehidupan
sehari-hari.
Cinta Tuhan Jalan Keluar dari Krisis
Penyakit masyarakat ini pernah terjadi juga di zamaan Rasulullah SAW.
Untuk mengobati penyakit masyarakat tersebut Rasullah mencanangkan dan
menanam kembali rasa tauhid seperti yang begitu tipis di kalangan
masyarakat jahiliah ketika itu. Rasulullah mencanangkan kembali supaya
manusia terasa akan kebesaran Tuhan, akan kehebatan Tuhan dan akan
keperkasaan Tuhan. Rasulullah membaca ayat-ayat yang menunjukkan bahwa
Tuhan itu Maha Perkasa, Maha Agung. Maha Pencipta dan Maha Menjadikan.
Tuhan itu yang menghidup dan mematikan kita. Dialah yang memberi nikmat
kepada orang yang baik dan akan mengazab orang yang jahat, ketika di
atas muka bumi lagi.
Hasil dari usaha ini manusia takut kembali kepada Tuhan, mereka menjadi
gerun/gentar dengan kekuasaan Tuhan. Ada para pengikut, terutamanya di
kalangan para sahabat yang gemetar apabila mendengar nama Tuhan atau
apabila mendengar orang menyebut-nyebut tentang kekuasaan Tuhan.
Artinya : “Orang
Mukmin itu apabila disebut saja nama Tuhan, rasa gerun, rasa takut, dan
apabila dibaca ayat-ayat Tuhan, hukum-hukum Tuhan, bertambah iman
kepada Tuhan, bertambah percaya kepada Tuhan“, (langsung menyerah diri kepada Tuhan, bertawakkal kepada Tuhannya tanpa syarat) (Al Anfal:2)
Mereka terlalu sensitif dengan Allah. Terasa besarnya nikmat dan
kasih sayang Allah kepada mereka yang telah mencurahkan terlalu banyak
nikmat dan rahmat. Hal ini mendorong mereka untuk jatuh cinta kepada
Allah, melaksanakan apa yang Allah sukai dan meninggalkan semua yang
Allah larang. Dari sini lahirlah satu masyarakat yang mengusahakan
taqwa, bersungguh-sungguh untuk menjadi orang Tuhan, orang yang hatinya
selalu bersama Tuhan. Mereka terdorong untuk menyayangi sesama manusia,
berbuat baik kepada orang lain tanpa memandang agama, bangsa dan negara.
Buahnya mereka dibantu oleh Allah seperti janjiNya dalam Al Qur’an :
“Allah pembela orang bertaqwa” (Al Jasiyah:19)
Kepada masyarakat yang bertaqwa ini Allah menurunkan keberkatan dari
pintu langit dan bumi sebagaimana firmanNya yang bermaksud :
“Seandainya penduduk satu kampung beriman dan bertaqwa, maka akan Kami turunkan keberkatan dari langit dan bumi“. (Al A’raf 96)
Dari sini akan wujudlah satu masyarakat yang begitu unik, indah,
menyenangkan, nyaman karena di dalamnya penuh dengan sifat-sifat dan
ciri-ciri ukhuwah, kasih sayang, toleransi, rasa bersama, bekerjasama,
menyenangkan, nyaman, bersatu padu, bertolak ansur, bermaaf-maafan,
doa-mendoakan, bertolong bantu, pemurah, berani di sudut kerohaniannya,
berdisiplin, bersih daripada dosa dan noda. Kalau terjadi juga
kejahatan, maka terlalu sedikit atau ada tetapi tidak dapat dilihat
karena ia telah tenggelam dengan pahala atau kebaikan yang tercetus dari
masyarakat Islam.
Buatlah kebaikan atas dasar Cinta Tuhan
Orang yang sudah kenal dan cinta Tuhan, maka sholatnya akan berbuah.
Dia bahkan tidak terfikir untuk hasad dengki dengan orang. Ia terlalu
bersangka baik pada Tuhan, terlalu melihat keadilan Tuhan pada setiap
kejadian yang menyebabkan dia begitu mabuk pada Tuhan. Sholatnya memberi
kesan yang mendalam dalam hati dia sehingga dia asyik mahsyuk dengan
Tuhan. Melihat kesuksesan dan keberhasilan orang lain, tidak ada
sedikitpun hasad dengki di dalam haatinya, bahkan dia ikut menumpang
gembira di atas keberhasilan itu. Dia sangat menjaga seluruh anggota
badannya dari membuat maksiat, perkara yang sia-sia dan menyakiti orang
lain. Jelaslah bahwa cinta dan takuntukan Allah merupakan anak kunci
kebaikan dan membunuh kejahatan.
Untuk mendapatkan ini, bermula dengan aqidah. Kalau orang yang nampak
baik, tetapi kebaikan itu tidak bertunjang kepada tauhid, tidak dibuat
atas dasar untuk mencari redho Tuhan, maka kebaikan itu adalah baik
fitrah atau semula jadi. Baik sebenarnya ada beberapa jenis:
1. Baik secara fitrah.
Seseorang itu baik sebab dia hidup dalam lingkungan yang baik. Ayah
ibunya, abang adiknya, tetangganya semuanya baik. Di dalam kehidupannya
dia tidak pernah melihat orang bertengkar, bergaduh, dia hidup dalam
environment yang baik. Tetapi kebaikan itu bukan karena iman dan Tuhan.
Itu baik fitrah dan baik fitrah ini tidak ada pahala dari Tuhan, sebab
dia buat bukan karena mencari redho Tuhan. Kalau suatu hari orang ini
pergi ke luar negeri dia melihat berbagai kejahatan di sana, maka dia
akan menjadi rusak. Sebab dia menjadi baik itu bukan di bina oleh iman
tetapi oleh lingkungan. Dia tidak tahan uji, mudah tergelincir ke dalam
maksiat.
2. Baik berpura-pura
Ada orang yang nampaknya baik, tetapi bukan ditunjang oleh iman. Dia
berpura-pura atau bersandiwara untuk jadi baik karena dia memiliki
tujuan atau target tertentu, seperti mendapat pujian orang, mudah naik
pangkat, mendapatkan proyek dan sebagainya. Orang ini sebenarnya
munafiq. Kebaikan yang dia buat tidak kekal. Ia akan baik selama ia ada
kepentingan, tetapi begitu kepentingan sudah tercapai, berubahlah
wataknya manjadi jahat lagi.
3. Baik atas dasar tauhid
Kebaikan yang dibuat karena seseorang itu cinta dan takuntukan Tuhan,
untuk mencari redho Tuhan. Kebaikan inilah yang alami dan biasanya akan
berkekalan. Orang yang demikian, kadang bila melihat kesalahan orang
lain, dia tidak sanggup menegur secara terbuka karena dia merasakan
dirinya lebih jahat dari orang tersebut. Dia doakan. Tetapi bila keadaan
berbahaya dia akan tegur dan sekali dia menegur, akan memberi kesan dan
perubahan kepada orang yang bersalah tersebut.
Cinta dan Takut Tuhan Kunci Kebaikan Dalam Masyarakat
Dalam Al Qur’an ada ayat yang mengatakan lebih kurang maksudnya orang
mukmin itu dia tidak takut dan tidak berduka cita. Sedangkan dalam ayat
lain Allah menyuruh kita untuk takut kepada Allah. Pada ayat lain
disebut, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenang. Sepintas
lalu ayat-ayat ini nampak bercanggah, padahal kalau kita kaji secara
mendetail, tidak ada percanggahan.
Duka cita, sedih ini atau jiwa tidak tenang ini ada 2 kategori yang berbeza :
- yang berhubungan dengan soal-soal akhirat
- yang berhubungan dengan soal-soal dunia
Orang yang tidak kenal Tuhan, dia pemarah, emosi, sedih bukan karena
cinta dan takuntukan Tuhan, bukan karena akhirat, bukan karena dosa,
tetapi karena takut kehilangan dunia, misalnya karena isteri tidak
masak, karena suami lambat pulang, karena anak-anak nakal, karena duit
sudah habis, karena kawan marah, ayah ibu marah. Kita takut, risau dan
gelisah karena takut kehilangan dunia, takut kehilangan suami yang akan
kawin lagi.
Tetapi orang yang beriman dan memiliki rasa bertuhan lain. Dia tidak
gelisah, tidak susah hati karena orang marah kepada dia, karena dia
tidak ada duit atau tidak ada dunia. Dia susah, gelisah, sedih, risau
karena berkaitan dengan hal-hal Tuhan, akhirat, mati. Sebab itu di dalam
Qut’an ada 2 bentuk takut : takut dengan tuhan dan takut dengan dunia.
Ada ayat yang mengatakan, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingati
Allah hati menjadi tenang. Pada ayat lain dikatakan, orang mukmin itu
bila disebut nama Allah gemetarlah hatinya. Nampaknya macam doube
standard, yang pertama tenang, yang ke-2 gemetar. Walau dia sakit
kritis, memiliki berbagai kesusahan dan ujian dunia, jiwanya tidak
susah. Tetapi dengan Tuhan, hatinya selalu berombak karena
terkenang-kenangkan dosanya selalu, baik fisik dia sakit ataupun tidak
sakit. Yang tidak tenang itu dengan Tuhan, dengan akhirat, bukan dengan
dunia.
Kita dapat membedakan, orang yang beriman yang tidak tenang dengan
akhirat, dengan tuhan, maka dia akan jadi insan yang tenang, tidak
emosi, tidak pemarah. Tetapi kalau dia tidak tenang dengan dunia, maka
biasanya dia menjadi insan yang pemarah, meragam meradang, gelisah, buat
masalah. Pemarah, ego, sombong dan berbagai sifat mazmumah yang lain
ada hubungannya dengan rasa bertuhan. Orang yang rasa bertuhannya lemah,
walau dia ulama yang banyak ilmu, orang yang banyak sholat dan ibadah,
ilmu, sholat dan ibadahnya itu tidak ada hubungan dengan Tuhan, sebab
pengaruh dunia pada diri dia lebih besar dari pada pengaruh Tuhan. Kalau
Tuhan lebih berpengaruh pada diri dia, maka dia tidak akan jadi emosi,
peradang, pemarah, gelisah dan lain-lain.
Dalam sejarah Islam diceritakan ada orang yang pingsan bahkan ada
yang mati karena terlalu gelisah dan takuntukan Tuhan. Para sahabat
kalau ada angin yang lebih kuat sedikit saja dari biasanya, mereka sudah
ketakutan. Bukan ketakutan karena angin itu, tetapi mereka teringat
kisah kaum yang mendurhakai Tuhan dahulu. Angin itu kutukan Tuhan. Jadi
mereka kaitkan dengan hukuman Tuhan yang sudah membuat banyak dosa.
Mereka gelisah, merasa kiamat sudah hampir, sedangkan mereka masih
banyak dosa lagi. Kalau takut kepada Tuhan itu sampai menyebabkan dia
mati, maka takut itulah yang akan menjadi syafaat di akhirat. Takut dan
gelisah dengan Tuhan ini mendorong para sahabat dan salafusaleh untuk
berbuat berbagai kebaikan dalam masyarakat bagi menebus dosa-dosa dan
kelalaian dia. Akhirnya lahirlah berbagai kebaikan dalam masyarakat.
Kenali Tuhan untuk Cinta dan takut Tuhan
Pepatah Melayu ada mengatakan, tak kenal maka tak cinta. Bagaimana
kita akan cinta pada seseorang yang tidak kita kenal? Begitu juga dengan
Tuhan. Kita belum kenal Tuhan. Bagaimana kita akan cinta dan takut
Tuhan.
Percaya dengan kenal tidak sama. Kadang percaya tidak kenal tidak
apa. Percaya saja tanpa yakin tidak akan datang takut, tidak akan datang
cinta. Bila tak yakin, maka Tuhan tidak jadi pelindung.
Kalau kita sudah cinta seseorang, maka bila kita ingin berbuat
sesuatu, maka dia mesti akan bertanya orang yang dia cintai dulu. Macam
kita sayang isteri, bila kita akan berbuat sesuatu, kita mesti bertanya
isteri dulu, berbincang dulu. Begit juga kalau kita takuntukan
seseorang, kita tidak akan buat sesuatu melainkan melihat dan
memperhatikan respon dia. Macam kita takut ayah, sebelum berbuat
sesuatu, kita akan tanya ayah dulu, boleh tidak buat ini. Kalau kita
cinta pada ayah-ibu kita akan tanya dulu apa saja yang kita akan buat
agar menyenangkan hati ayah ibu.
Begitu juga Tuhan. Sekarang orang tidak kenal Tuhan. Orang
mengerjakan sholat, membayar zakat, mengerjakan haji, tetapi tidak kenal
Tuhan. Bagaimana mereka akan buat sholat, membayar zakat, mengerjakan
haji dengan rasa takut. Akhirnya orang yang sholat dengan yang tidak
sholat sama saja. Yang tidak sholat menipu, yang sholat juga menipu.
Yang tidak sholat rasuah atau korupsi, yang sholat juga rasuah atau
korupsi. Yang tidak sholat tidak berkasih sayang, yang sholat juga tidak
berkasih sayang. Kalau begitu sholat itu apa gunanya. Syariat sudah
jadi macam idiologi, macam kita faham nasionalis, komunis, sosialis.
Cara hidupnya tidak ada hubungan dengan Tuhan. Semuanya macam idioloji
cuma dilabelkan Islam. Inilah yang sedang melanda semua golongan di
dunia, termasuk ulama, kadi-kadi, kiai-kiai.
Sebab itu Rasulullah SAW mengenalkan Tuhan dahulu selama 13 tahun
pertama kenabian sebelum memperkenalkan syariat. Syariat yang beribu
banyaknya dikenalkan Rasulullah SAW kepada para sahabat hanya selama 10
tahun. Jadi selama 11 tahun para sahabat belum sholat, membayar zakat
dan lain-lain. Mengerjakan sholat, membayar zakat tetapi tidak dibuat
atas dasar Tuhan, untuk apa. Sebab itu Rasulullah SAW menanamkan cinta
Tuhan sampai mereka mabuk dengan Allah. Begitu juga dengan salafusaleh.
Begitu mereka kenal dan cinta kepada Allah sampai bercakap-cakap dengan
Allah. Misalnya, bila akan keluar rumah dia berkata : Wahai Tuhan, saya
akan keluar tolong jaga rumah saya. Sampai di tepi laut akan menangkap
ikan, dia bercakap : Tuhan saya di rumah tidak ada lauk, anak ada 3-4
orang, bagilah beberapa ekor ikan. Kalau Engkau tidak bagi pada saya,
saya mungkin boleh bersabar, tetapi bagaimana dengan anak saya. Petani,
bila dia akan pulang ke rumah, ia akan berkata : Tolong jaga kebun saya
wahai Tuhan. Janganlah diserang tikus. Kebun saya tidak banyak, hanya
sehektar saja.
Begitulah bila sudah cinta dengan Tuhan, Tuhan akan jadi
segala-galanya. Tetapi hari ini sudah tidak ada orang yang berbuat
demikian, sebab semua sudah kehilangan Tuhan. Mereka yang haji, sholat,
zakat, puasa, sudah kehilangan Tuhan. Akhirnya haji, sholat, zakat,
puasa tidak membawa kesan kepada masyarakat. Masyarakat tetap jahat dan
bermasalah. Untuk itu marilah kita mulakan kerja-kerja kita dengan
mempromosikan Tuhan.