Sabtu, 29 November 2014
Penyakit Hati dan Cara Rawatan
Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad saw:
“Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)
Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut:
“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.”(HR. Ahmad)
“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)
“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)
Meskipun demikian, kita harus terus berupaya untuk menjaga hati kita agar tidak terkena penyakit hati, yang menyebabkab kita tersesat dari jalan yang diridhoi Allah SWT. Begitu banyak penyakit yang dapat hinggap dalam hati kita, baik kita sadari maupun tidak.
Penyakit-penyakit hati tersebut dapat diketahui dengan melihat perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam kesehariannya. Perilaku yang mencerminkan rusak dan sakitnya hati seseorang di antaranya adalah:
1. Melakukan kedurhakaan dan dosa
Di antara manusia ada yang melakukan kedurhakaan terus-menerus dalam satu jenis perbuatan. Ada pula yang melakukan dalam beberapa jenis bahkan semuanya dilakukan dengan terang-terangan, padahal Rasulullah bersabda:
“Setiap umatku akan terampuni kecuali mereka yang melakukan kedurhakaan secara terang- terangan.” (HR. Bukhori)
2. Merasakan kekerasan dan kekakuan hati
Keras dan kakunya hati seseorang membuat orang itu tidak memiliki sensitifitas terhadap masalah-masalah yang menimpa saudaranya sesame muslim. Hal ini karena ia tidak akan mampu dipengaruhi oleh apapun juga, dan hanya akan bertumpu pada keinginan pribadinya.
3. Tidak tekun beribadah
Ketekunan dalam beribadah merupakan sesuatu hal yang wajib kita laksanakan. Dalam beribadah kita harus benar-benar memperhatikan dengan seksama setiap gerakan dan ucapan/bacaan serta doa. Sedangkan orang yang hatinya mulai diliputi oleh “penyakit” tidak akan mampu tekun dan memperhatikan apa yang dilakukannya dalam beriadah.
4. Malas dalam ketaatan dan ibadah
Kalaupun ia beribadah, maka ibadah tersebut hanyalah sekedar rutinitas belaka, dan “kosong”. Masuk dalam kategori ini ialah perbuatan–perbuatan yang tidak dilakukan dengan mempedulikan nilai dari perbuatan tersebut atau meremehkan waktu-waktu yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, melakukan sholat-sholat di akhir waktu, atau menunda-nunda haji padahal sudah ada kemampuan untuk melaksanakan.
5. Perasaan gelisah dan resah karena masalah yang dihadapi
6. Tidak tersentuh kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an
7. Lalai dalam dzikir dan doa
8. Lalai dalam amar ma’ruf nahi munkar
Dalam hati telah padam, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, tidak pula mencegah dari yang mungkar. Dia tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengetahui yang mungkar. Segala urusan dianggap sama
9. Gila kehormatan dan populariti
Termasuk di dalamnya, gila terhadap kedudukan ingin tampil sebagai pemimpin yang menonjol dan tidak dibarengi dengan kemampuan yang semestinya.
“Sesunguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemiminan dan hal ini akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhori)
10. Bakhil dan kikir atas hartanya
Allah SWT memuji orang-orang Anshor dengan firman-Nya:
“… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [59]: 9)
Rosulullah saw bahkan bersabda :
“Tidaklah berkumpul pada hati seorang hamba selama-lamanya sifat kikir dan keimanan.” (HR. Nasai)
11. Mengakui apa-apa yang tidak dilakukannya
Padahal penyakit ini yang menjadikan binasanya umat terdahulu. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shof : 2–3)
12. Bersenang-senang diatas penderitaan umat muslim
13. Hanya pandai menilai kadar dosa yang dilakukan dan tidak melihat pada siapa dosa itu dilakukannya
14. Tidak peduli pada penderitaan sesama muslim
15. Mudah memutuskan tali silaturahmi/persaudaraan
16. Senang berbantah-bantahan yang mneyebabkan hatinya keras dan kaku
17. Sibuk dalam urusan dunia semata
18. Suka berlebih-lebihan
Penyembuhan
Perilaku tersebut diatas dapat dijadikan indikator awal akan adanya penyakit pada hati seseorang. Meskipun demikian, kita dapat menyembuhkan hati yang sakit tersebut dengan beberapa cara. Hal ini untuk mempertahankan keimanan yang ada dalam hati kita.
Rosulullah saw menggambarkan dalam salah satu sabda Beliau bahwa keimanan seorang hamba diibaratkan sebagai pakaian yang dibutuhkan untuk diperbaharui setiap saat. Beliau saw juga menggambarkan keimanan ibarat menatap bulan, terkadang bercahaya terkadang gelap, manakala bulan tersebut tertutup oleh awan maka hilanglah sinar dari rembulan tersebut, ketika gumpalan-gumpalan awan menghilang maka nampak kembali cahaya bulan tersebut.
Juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhari)
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang muslim sebagai upaya penyembuhan penyakit hati yang dideritanya:
1. Membaca dan menyimak Al Qur’an
Allah SWT telah memastikan bahwa al-Qur’an adalah penawar dari penyakit, penerang dan cahaya bagi hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Firman Allah SWT :
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman….” (QS. al-Isra’ : 82)
2. Merasakan keagungan Allah SWT
Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengungkap tentang keagungan Alloh. Jika seorang muslim memperhatikan nash-nash tersebut, niscaya akan bergetar hatinya dan jiwanya akan tunduk kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui sebagaimana firman Allah :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. al-An’am: 59)
3. Mencari dan mempelajari ilmu agama
Yaitu ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah SWT dan menambah nilai keimanannya. Tidak akan sama keadaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.
4. Banyak berdzikir
Dengan berdzikir kepada Allah SWT keimanan bertambah, rohmat Allah datang, hati tenteram, para malaikat datang mengelilingi mereka, dosa-dosa terampuni. Rosulullah saw bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, andaikata kamu tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam berdzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas tempat tidurmu dan tatkala dalam perjalanan.” (HR. Muslim)
5. Memperbanyak amal sholeh
Banyak hal yang dapat digunakan sebagai lading amal sholeh bagi kita. Sedangkan bentuk dan cara memperbanyak amal sholeh diantaranya adalah:
• Sesegera mungkin melaksanakan amal sholih
• Melaksanakan amal sholih secara terus-menerus
• Tidak gampang bosan dan capai dalam melaksanakannya
• Mengulang beberapa amal sholih yang terlupakan
• Senantiasa berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT
6. Rajin melakukan ibadah
Di antara rahmat Allah SWT ialah dengan diberikan-Nya beberapa macam peribadatan, sebagiannya berbentuk fisik seperti sholat, sebagiannya berbentuk materi seperti zakat, sebagiannya berbentuk lisan seperti dzikir dan do’a. Bahkan satu jenis ibadah bisa dibagi kepada wajib, sunnah, dan anjuran. Yang wajib pun terkadang terbagi kepada beberapa bagian. Berbagai jenis ibadah ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyembuh dari penyakit hati atau lemahnya keimanan.
7. Takut meninggal dalam keadaan su’us khotimah
8. Banyak mengingat mati
Rosulullah saw bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penebas segala kelezatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)
Di antara cara yang efektif untuk mengingatkan seseorang terhadap kematian ialah dengan berziarah kubur, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, dan lain-lain.
9. Selalu ingat akan tibanya hari akhir
10. Menelaah firman-firman Allah SWt yang terkait dengan peristiwa alam
11. Bermunajat dan pasrah kpeada Allah SWT
12. Tidak terlalu mengharap dunia
13. Banyak melakukan ibadah hati
14. Berdo’a kepada allah SWT agar dijaga keimanan kita
Semoga kita terhindar dari penyakit hati yang dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan keimanan kita kepada Allah SWT. Dan semoga Allah SWT memberikan perlindungan kepada kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin………
Ahad, 23 November 2014
HUKUM TAWASSUL MENURUT AJARAN ISLAM
“Tawassul” dari segi bahasa dari kata “wasilah” yang berarti ‘darajah’ (kedudukan), ‘qurbah’ (kedekatan), atau dari ‘washlah’ (penyampai dan penghubung). Dalam istilah syariat Islam tawassul dikenal sebagai sarana penghubung kepada Allah melalui ketaatan.
Contoh: orang sakit datang ke doktor, dia menjadikan dokter sebagai perantara untuk mendapatkan kesembuhan dengan tetap meyakini bahwa pemberi kesembuhan adalah Allah Swt. Begitu pula seorang murid membaca buku atau belajar kepada seorang guru, maka dia menjadikan buku dan guru sebagai perantara untuk meraih ilmu. Sedangkan ilmu pada hakikatnya dari Allah Swt.
Apabila diyakini doktor pemberi kesembuhan atau buku dan guru pemberi ilmu, maka dihukumi sebagai kesyirikan terhadap Allah.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadanya.” (QS Al-Ma’idah: 35).
Perintah dari Allah di atas untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). Dalam kitab tafsir Asshowy diterangkan “Termasuk kesesatan dan kerugian yang nyata apabila mengkafirkan kaum muslimin karena berziarah ke makam para wali Allah, dengan menuduh bahwa ziarah merupakan penyembahan kepada selain Allah. Tidak! bahkan termasuk bentuk cinta karena Allah, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Saw
اَلاَ لاَ إِيْمانَ لِمَن لاَ مَحبةَ له والوسيلة له التي قال الله فيها وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Ingatlah ! tidak ada iman bagi orang yang tidak ada cinta, dan wasillah kepadanya yang dikatakan Al-Qur’an “dan carilah wasilah menuju Allah”. (As-Showi ala Tafsir jalalain juz 1 hal. 372)
Nuruddin Al-Banjari -Bertawassul Perbuatan yang Dituntut
Macam-Macam Tawassul :
a) Tawassul Dengan Amal Solih
Hadits riwayat Imam Bukhori No. 2111 hal. 40 juz 8 menceritakan tiga orang yang terperangkap di dalam goa yang tertutup batu besar. Mereka keluar dengan selamat setelah memohon kepada Allah dengan wasilah amal-amal soleh mereka.
b) Tawassul Dengan Orang Solih Yang Hidup
Disebutkan dalam sohih Bukhori
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdo’a “Ya Allah! Dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawassul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”. Perawi hadits mengatakan “Mereka pun diberi hujan.”. HR Bukhory : 4/99.
Jelas sekali bahwa Sayidina Umar r.a. memohon kepada Allah dengan wasilah Abbas, paman Rasulullah SAW padahal Sayidina Umar lebih utama dari Abbas dan dapat memohon kepada Allah tanpa wasilah.
c) Tawassul Dengan Orang yang telah meninggal.
Dari Sayyidina Ali kr. “Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengubur Fatimah binti Asad, ibu dari Sayyidina Ali Ra. Nabi mengatakan “Ya Allah! dengan Hakku dan Hak para nabi sebelumku ampunilah ibu setelah ibuku (wanita yang mengasuh Nabi sepeninggal Ibu-Nya)”. {HR. Thabrany dalam kitab Ausat juz 1 hal. 152}.
Pada hadits tersebut Nabi bertawassul dengan para nabi yang sudah meninggal.
d) Tawassul Dengan Yang Belum Wujud.
Allah berfirman :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”.(QS Al-Baqarah 89)
Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi memohon pertolongan untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj dengan wasilah Nabi Muhammad SAW yang kala itu belum diutus dan mereka diberi kemenangan oleh Allah, Akan tetapi setelah beliau diutus sebagai Rasul mereka mengkufurinya. (Tafsir Attobari juz2 hal.333)
Disebutkan pula
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله : يا آدم ، وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه ؟ قال : يا رب ، لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك
Dalam hadits yang diriwayatkan Umar bin Khatthab Ra. Rasullulah bersabda “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, Beliau berkata, “Wahai Tuhanku! aku meminta kepada-Mu dengan Hak Muhammad ampuni aku”. Kemudian Allah menjawab “Wahai Adam! bagaimana kamu mengetahui tentang Muhammad padahal Aku belum menciptakan-Nya?”. Adam berkata “Wahai Tuhanku! karena ketika Engkau ciptakan aku dengan kekuasaan-Mu dan Kau tiupkan ruh ke dalam diriku, setelah aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang Arsy tertulis “Lailaha illallah Muhammad Rasullullah” maka aku pun meyakini, tidaklah Kau sandarkan sebuah nama pada nama-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai”. {HR. Hakim dalam kitab Mustadrok juz 10 hal. 7. dan dishohihkan oleh al-Hafidz As-Suyuthy dalam kitab khosois an-Nabawiyyah, Imam baihaqy dalam kitab Dalailun Nubuwwah, Imam al-Qasthalany dan Zarqany dalam kitab al-Mawahib al-Ladzunniyah juz 2 hal. 62, dan Imam As-Subky dalam kitab Syifa’us Siqom}.
Ini adalah bukti bahwa Nabi Adam pun menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah sehinga Allah menerima tobatnya, padahal beliau belum diwujudkan oleh Allah SWT.
e) Tawassul Dengan Benda Mati
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 248 :
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman”.
Al Hafidz Ibn Kasir dalam kitab tarikh mengatakan: “Ibn Jarir berkata: “Bani Israil apabila berperang melawan musuh, mereka membawa tabut, dan mereka mendapatkan kemenangan berkat tabut, yang berisi bekas peninggalan keluarga Musa dan Imran””.
Ibn Kasir mengatakan pula dalam kitab tafsirnya “Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa dan Nabi Harun serta baju Nabi Harun, sebagaian ulama mengatakan tongkat dan dua sandal”.
Apabila bertawassul dengan bekas peninggalan para Nabi, Allah SWT ridho dengan perbuaatan mereka dengan mengembalikan tabut itu ke tangan mereka setelah lama hilang, karena kemaksiatan mereka dan menjadikan tabut itu tanda keabsahan kerajaan Tholut, padahal isi tabut adalah benda-benda mati maka apakah menjadi syirik bila kita bertawassul dengan sebaik-baik Nabi?
Kesalahfahaman Kelompok Penentang Tawassul Dalam Memahami Ayat & Hadits
Sebagian orang mengatakan bahwa tawassul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah Swt
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
Artinya “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya “.Az Zumar : 3
Sebenarnya ayat di atas tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.
Selain itu kalimat ما نعبدهم الا ليقربونا artinya kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah. Apakah sama yang diyakini orang yang bertawasul ?, Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah kepada selain Allah dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka tawassuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada Allah berkat orang-orang yang soleh yang telah diridhoi oleh Allah.
Salah besar jika melarang tawassul dengan ayat di atas. Yang lebih mengggelikan, ayat yang ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang orang-orang beriman yang meng-esakan Allah. Imam Bukhori berkata “Ini adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil dan disertai fanatik yang keterlaluan “. {lihat kitab Mas’alatul al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrohim hal. 8}.
Mereka juga salah di dalam memahami hadits:
اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah” {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}
Dinyatakan hadits di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul.
Sebenarnya hadits ini mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah Swt. Jelasnya, bila kamu meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya dari Allah Swt bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah sebagaimana zhohir hadits. Sesuai dengan hadits berikut,
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Ketahuilah seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah Swt kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu”. {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}
Bandingkan ! hadits Nabi yang berbunyi
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Janganlah bergaul dengan kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertqwa” {HR. Abi Daud juz 12 hal. 458}
Apakah hadits ini sebagai larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan orang yang tidak betaqwa itu haram ?. Tidak ! hadits di atas peringatan “janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang bertaqwa dari pada selainnya”. Hadits tersebut hanyalah anjuran, bukan kewajiban.
Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu anjuran, tapi yang di atas kiranya menjadi cukup sebagai pemikiran tentang kekurang fahaman mereka terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits serta kefanatikan mereka terhadap pendapat diri sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain yang lebih tinggi ilmu dan kesolehannya. Wallahu A’lam
اللهم اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، آمـين. والله اعلم
Muhammad Taqiyyuddin Alawiy
Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah NURUL HUDA Mergosono Malang
Jumaat, 21 November 2014
Kejahatan Yahudi Yang Tercatat Dalam Al-Quran
Masjid Dibakar
Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang kaum Yahudi:
(1) Durhaka dan melampaui batas, serta membiarkan kemungkaran yang terjadi di antara mereka. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [Al-Maidah (5):78-79].
Dan mereka semakin durhaka sesudah al-Quran diturunkan. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka” [al-Maidah (5):64].
(2) Menjadikan kaum kafir lain sebagai pelindung dan penolong mereka. Firman Allah SWT yang bermaksud:
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, iaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam seksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), nescaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik” [Al-Maidah (5):80-81].
(3) Permusuhan mereka yang amat besar terhadap Islam dan umatnya. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” [ Al-Maidah (5):82].
(4) Hati mereka keras laksana batu, bahkan lebih keras lagi. Di antara penyebabnya adalah karena mereka melanggar perjanjian dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman,yang bermaksud:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami laknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu” [ Al-Maidah (5):13].
Allah Swt berfirman lagi,yang bermaksut:
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". [Al-Baqarah (2):74].
(5) Suka melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri, termasuk perjanjian dengan Allah SWT dan rasul-rasul-Nya. Dan oleh karena itu mereka mendapat murka Allah dan berbagai hukumanNya. Firman Allah SWT yang bermaksud:
“Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Wahai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu denganku?” [Thaha (20):86].
Allah Swt berfirman lagi,yang bermaksud:
“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka” [An-Nisa’ (4):155].
(6) Mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh ramai nabi. Dan itu menyebabkan mereka senantiasa diliputi dengan kehinaan dan kerendahan di mana pun mereka berada. Allah SWT berfirman,maksudnya:
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas” [Ali Imran (3):112].
Allah Swt berfirman lagi,yang bermaksud:
“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka” [An-Nisa’ (4):155].
“Dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu adzab yang membakar.” [Ali Imran (3):181].
(7) Banyak berbuat lancang terhadap Allah SWT, seperti menuduh Allah SWT miskin dan tangan Allah terbelenggu. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya’, Kami akan mencatat perkataan mereka itu" [ Ali Imran (3):181].
Allah SWT berfirman lagi,maksudnya:
“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Tangan Allah terbelenggu’(Allah bakhil), sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), bahkan kedua tangan Allah terbuka(amat pemurah); Dia memberi rezeki sebagaimana dikehendaki Nya” [Al-Maidah (5):64].
(8) Memalsukan kitab dengan tangan mereka, memalingkan dari maksud sebenarnya, dan menghilangkan sebahagiannya.Berfirman Allah yang bermaksud:
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan” [Al-Baqarah (2):79].
Allah Swt berfirman lagi,yang bermaksut:
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: ‘Kami mendengar’, tetapi kami tidak mahu menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): ‘Dengarlah’ sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa" [An-Nisa’ (4):46].
“Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya" [Al-Maidah (5):13].
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” [Al-Baqarah (2):75].
(9) Amat tamak terhadap dunia, bahkan melebihi orang Musyrik. Menginginkan umur yang panjang dan mengejar kesenangan serta takut akan kematian. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling tamak kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih tamak lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari seksa” [Al-Baqarah (2):96].
(10) Mengenal benar siapa Rasulullah SAW, namun mereka menyembunyikan kebenaran. Allah SWT berfirman,maksudnya:
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” [Al-Baqarah (2):146].
(11) Mengikuti hawa nafsunya, hingga risalah yang dibawa Rasul pun harus sejalan dengan hawa nafsu mereka. Jika tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, mereka akan menolak dan mendustakannya. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Apakah setiap kali datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara Rasul) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” [Al-Baqarah (2):87].
(12) Tidak senang terhadap kaum Muslimin selama tidak mengikuti milah mereka. Allah SWT berfirman,maksudnya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka” [Al-Baqarah (2):120].
(13) Berdusta atas nama Allah SWT dengan mengatakan bahawa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasihNya. Allah SWT berfirma,maksudnya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: ‘Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihNya’. Katakanlah: ‘Maka mengapa Allah menyeksa kamu karena dosa-dosamu?’ (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya” [Al-Maidah (5):18].
(14) Sombong dan takabbur, hingga mereka pernah diubah wujudnya menjadi kera yang hina. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina” [Al-A’raf (7):166]
(15) Di antara mereka terdapat permusuhan dan kebencian hingga hari kiamat. Allah SWT berfirman,maksudnya:
“Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat” [Al-Maidah (5):64].
(16) Suka berbuat kerosakan di muka bumi. Allah SWT berfirman,maksudnya:
“Dan mereka berbuat kerosakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerosakan” [Al-Maidah (5):64].
(17) Berbuat zalim dan menghalangi manusia dari jalan Allah. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah" [An-Nisa (4):160].
(18) Suka memakan harta haram, seperti rasuah dan riba, padahal telah diharamkan kepada mereka. Allah SWT berfirman,yang bermaksud:
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram [Al-Maidah (5):62].
Firman Nya lagi yang bermaksud:
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil” [An-Nisa (4):161].
(19) Suka mendengarkan berita bohong. Allah Swt berfirman maksudnya:
“Wahai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, iaitu dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: ‘Kami telah beriman’, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: ‘Jika diberikan ini (yang sudah dirubah-rubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah” [Al-Maidah (5):42].
Ini adalah sebahagian dari sifat dan kejahatan Yahudi yang terdapat di dalam al-Quran. Selain sifat,sikap dan kejahatannya yang telah dicatatkan di atas, masih banyak lagi perkara buruk lainnya tentang Yahudi yang disebutkan dalam Al-Quran.
Peringatan Allah SWT buat orang-orang yang beriman,Firman Nya yang bermaksud:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(mu); sebahagian mereka menjadi wali bagi yang lain.Dan barangsiapa di antara kamu mengangkat mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [Al-Ma’idah (5):51]
Allah SWT mengingatkan kita juga bahawa jangan sesekali menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali,(pemimpin, pelindung, penolong, pembantu,orang kepercayaan dan seumpamanya).
Dan didalam ayat ini juga,Allah SWT melarang orang-orang beriman mengangkat Yahudi dan Nasrani menjadi wali iaitu tolong menolong dan berkasih sayang dengan mereka apa bila mereka memusuhi dan memerangi Nabi SAW dan kaum muslim (Umat Islam),malangnya masih ada pemimpin dari kaum Muslimin yang membuat perjanjian dan mengambil mereka sebagai wali.
Berpandukan ayat-ayat Allah ini,semoga ianya akan memudahkan kita dalam mengambil sikap dan pendirian di dalam menghadapi kaum terkutuk ini. Terhadap kaum yang terkumpul pelbagai sifat kejahatan dan sikap buruk yang dijelaskan oleh Allah SWT.
Wallahu’alam....
Untuk membina pegangan yang kukuh dengan ajaran Islam iaitu Beriman kepada Allah dan Beristiqamah
Sabda Rasulullah s.a.w. dalam satu hadis baginda;
عن سفيانَ بن عبد اللّه رضي اللّه عنه قال: قلت: يا رسول اللّه! قل لي في الإِسلام قولاً لا أسألُ عنه أحداً غيرك، قال: "قُلْ آمَنْتُ باللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ"
Terjemahannya;
Diriwayatkan dari Sufyan Ibn ‘Abdullah r.a. menceritakan; ‘Aku telah berkata kepada Rasulullah s.a.w.; Ya Rasulullah! Nyatakan untukku di dalam Islam ini satu ungkapan yang mana aku tidak akan bertanya lagi tentangnya dari orang lain selain engkau’. Jawab Rasulullah s.a.w.; ‘Katakanlah; ‘Aku beriman kepada Allah’ dan kemudian hendaklah kamu istiqamah’. (Hadis riwayat Imam Ahmad, an-Nasai, Muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Dalam hadis tersebut ada dua perkara yang ditekankan oleh Rasulullah bagi membina pegangan yang kukuh dengan ajaran Islam iaitu;
1. Beriman kepada Allah
2. Istiqamah
Berkata al-Qadhi ‘Iyadh rhm; ‘Hadis ini antara ungkapan yang ringkas dan padat (Jawami’ul Kalim) dari Rasulullah s.a.w.. Sesungguhnya orang-orang yang berkata; Tuhan kami adalah Allah dan kemudian mereka beristiqamah yakni mereka mentauhidkan Allah dan beriman dengannya dan selepas itu mereka beristiqamah di mana mereka tidak berpaling dari tauhid dan senantiasalah mereka beriltizam menta’ati Allah S.W.T. hinggalah mereka menemui kematian di atas iman dan istiqamah tersebut’.
Menurut Imam al-Minawi dalam kitabnya “Faidhul Qadir”; seruan Rasulullah s.a.w. ‘Katakanlah; Aku beriman dengan Allah’, bermaksud; perbaharuilah iman kamu kepada Allah dengan menyebutnya dengan hati kamu serta menuturnya dengan lidah kamu dengan menghadirkan segala pengertian iman yang disyari’atkan. Adapun seruan baginda; ‘hendaklah kamu beristiqamah’ bermaksud; beriltizamlah mengerjakan amalan-amalan ketaatan dan menjauhi perkara-perkara yang bertentangan (dengan kehendak Allah).
Hadis ini mengumpulkan keseluruhan makna iman dan Islam merangkumi iktiqad, ucapan dan amali di mana Islam itu terangkum di dalamnya dua perkara iaitu;
a) Tauhid
b) Ta’at.
Tauhid terhasil dengan seruan pertama iaitu beriman dengan Allah). Sementara Ta’at terhasil dengan seruan kedua iaitu beritiqamah.
Iman
Iman dari segi bahasa bermakna at-Tasdiq iaitu membenarkan. Hakikat Iman ialah at-Tasdiq bil Qalbi iaitu membenarkan dengan hati segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w..
Namun oleh kerana apa yang ada dalam hati itu adalah tersembunyi, maka disyaratkan mengakui iman itu dengan lidah (yakni al-Iqrar bil Lisan) sebagai bukti di hadapan manusia bahawa seseorang itu beriman. Kemudian iman itu hendaklah diikuti dengan amalan anggota iaitulah menta’ati segala titah-perintah Allah dalam kehidupan.
Maka iman yang sempurna hendaklah merangkumi tiga unsur;
1. Iktiqad dengan hati iaitu at-Tasdiq
2. Pengakuan dengan lidah iaitu al-Iqrar
3. Beramal dengan anggota iaitu al-‘Amal
Pengertian iman tersebut menjadi iktiqad imam-imam ahli Sunnah Wal Jama’ah antaranya Imam as-Syafi’ie, Imam Malik, Imam Ahmad dan beberapa lagi yang mentakrifkan Iman sebagai;
تصديق بالجنان و إقرار باللسان و عمل بالأركان
“Membenarkan dengan hati, mengakui dengan lidah dan beramal dengan anggota badan”. (Syarah ‘Aqidah at-Thawiyyah, Imam Abil ‘Izzi al-Hanafi)
Namun harus difahami –untuk mengelakkan kekeliruan- bahawa ber’amal dengan anggota adalah syarat kesempurnaan iman. Ia melazimi iman itu sendiri. Maka tidak sempurna iman seseorang yang tidak beramal sebagaimana yang diperintahkan oleh Islam. Namun tidaklah ia terkeluar dari Islam selama mana masih ada keyakinan (at-tasdiq) dalam hatinya.
Menurut ulama’ ahli Sunnah Wal Jama’ah; seorang yang tunduk (membenarkan) dengan hatinya tetapi tidak beramal dengan Islam atau melakukan dosa-dosa besar, ia masih dianggap seorang muslim tetapi muslim yang ‘asi (derhaka) atau fasiq atau muznib (berdosa). Keadaannya di akhirat terserah kepada Allah sama ada ingin mengampunnya atau mengazabnya.
Tegasnya, apa yang ternafi dari orang-orang Islam yang melakukan maksiat ialah kesempurnaan iman (kamalul Iman), bukan asas iman (aslul Iman). Kerana itu mereka tidak dianggap sebagai kafir semata-mata kerana maksiat yang dilakukan.
Beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah adalah teras kepada Aqidah Islam dan juga kepada ajaran Islam itu sendiri. Tidak diterima amalan hamba di sisi Allah tanpa didahului dengan beriman kepada Allah.
Tatkala Rasulullah s.a.w. menghantar Mu’az Ibn Jabal kepada kumpulan ahli Kitab untuk mengajak mereka kepada Islam, perkara pertama yang disuruh oleh Rasulullah ialah menyeru mereka supaya beriman dengan Allah, kemudian barulah menyeru mereka supaya menunaikan kewajipan-kewajipan yang difardhukan. Kata Rasulullah kepada beliau;
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب، فادعهم إلى شهادة أن لا إله إلا اللَّه وأني رسول اللَّه، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللَّه افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللَّه افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين اللَّه حجاب
“Wahai Mu’az. Sesungguhnya engkau akan pergi kepada satu kaum ahli Kitab. Maka hendaklah engkau seru mereka supaya bersaksi bahawa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahawa aku (yakni Muhammad) adalah rasul Allah. Jika mereka mentaati seruan kamu itu, maka nyatakan kepada mereka bahawa Allah mewajibkan mereka menunaikan solat lima waktu sehari semalam. Jika mereka mentaatinya, maka nyatakanlah pula kepada mereka bahawa Allah mewajibkan ke atas mereka zakat yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di kalangan mereka. Jika mereka mentaatinya, maka hendaklah kamu pelihara dirimu dari kehormatan harta-harta mereka. Berjaga-jagalah dari doa orang yang dizalimi kerana tidak ada hijab di antara doanya dengan Allah”.
(Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
Pengertian beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah bukan hanya dengan mengakui kewujudanNya, tetapi juga dengan mentauhidkannya iaitu mengakui keesaannya. Secara lebih terperinci, dapatlah kita nyatakan bahawa beriman kepada Allah tidak akan sempurna melainkan dengan merangkumi dua perkara iaitu;
1. Beriman wujudnya Allah
2. Mentauhidkan Allah
Beriman dengan kewujudan Allah
Iaitu meyakini adanya Allah berdasarkan dalil-dalil yang terang yang berupa Aqli (akal fikiran) dan juga Naqli (wahyu). Alam cakerawala ini dan segala isi di dalamnya semuanya menjadi dalil adanya Allah. Kerana itu, Allah memerintahkan manusia supaya sentiasa memerhatikan alam ini supaya mereka bertambah yakin akan hakikat kewujudan Allah Tuhan yang menciptakan mereka dan makhluk-makhluk selain mereka.
أَ فِي اللهِ شَكٌّ فَاْطِرِ السَّمَاْوَاْتِ وَ الأَرْضِ
"Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?". (Ibrahim: 10).
وَ الشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَهَاْ ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Ya Sin: 38)
أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَاْلِقُوْنَ ، أَمْ خَلَقُوْا السَّمَوَاتِ وَ الاَْرْضَ بَلْ لاَّْ يُوْقِنُوْنَ
“(Mengapa mereka tidak beriman?) Adakah mereka telah tercipta dengan tiada yang menciptanya, atau adakah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Adakah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Bahkan mereka adalah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran apa yang mereka pernah mengakuinya)”. (At-Thuur: 35-36).
Mentauhidkan Allah
Tauhid bermakna mengesakan. Mentauhidkan Allah bermakna mengesakan Allah sama ada dari segi zat, sifat dan perbuatannya. Firman Allah;
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ(1)اللَّهُ الصَّمَدُ(2)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ(3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ(4)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (al-Ikhlas: 1-4)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ(11)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (yakni Allah), dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (as-Syura: 11)
Kesempurnaan Tauhid itu hendaklah meliputi tiga perkara iaitu;
a) Mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah
Iaitu meyakini bahawa Allah sahajalah satu-satunya Tuhan Yang mencipta atau menjadikan alam ini, yang memilikinya, yang mengatur perjalanannya, yang menghidup dan mematikan, yang menurunkan rezki, yang berkuasa memberi manfaat dan memberi mudharat dan sebagainya. Firman Allah;
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ(54)
“Ingatlah, bagiNya (yakni Allah) jualah urusan penciptaan dan segala urusan. Maha tinggi Allah, Tuhan semesta alam”. Al-A’raf: 54)
b) Mentauhidkan Allah dari segi Uluhiyyah
Iaitu mentauhidkan Allah dengan beribadah kepadanya. Hanya kepada Allahlah ditujukan segala pengabdian hamba. Termasuk dalam pengertian ibadah ialah;
I. Doa-doa dan permohonan
II. Mendirikan syi’ar-syi’ar agama seperti solat, puasa, sedekah, haji, nazar, sembelihan dan sebagainya.
III. Tunduk dan patuh kepada ajaran agama, menurut hukum-hakam yang ditetapkan oleh Allah.
Firman Allah;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (az-Zariyat: 56)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ(5)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (al-Bayyinah: 5)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (al-An’am: 162)
c) Mentauhidkan Allah pada nama-nama dan sifat-sifatNya
Iaitu meyakini dan mengakui segala nama dan sifat Allah secara ijmal dan tafsil menurut apa yang diberitahu di dalam al-Quran dan oleh Rasulullah s.a.w. di mana Allah mempunyai Asma’ al-Husna (nama-nama yang paling baik) dan segala sifat kesempurnaan dan maha suci Ia dari segala sifat kekurangan. Firman Allah;
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(180) “Hanya milik Allah asma-ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (al-A’raf: 180)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى(8)
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)”. (Thaha: 8)
Di antara nama-nama Allah ialah yang terkandung dalam firmanNya;
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ(23) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(24)
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al-Hasyr: 23)
Di antara sifat-sifat Allah ialah hidup, mendengar, mengetahui, berkehendak dan berkuasa sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-firmanNya;
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…”. (al-Furqan: 58)
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(181)
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (al-Baqarah: 181)
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ(107)
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki”. (Hud: 107)
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(20)
“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. (al-Baqarah: 20)
Syirik
Lawan kepada Tauhid ialah Syirik. Syirik bermaksud menyengutukan Allah sama ada dari segi RububiyyahNya, UluhiyyahNya atau al-asma’ Wa SifatNya. Syirik merupakan antara dosa paling besar yang disabdakan Rasulullah s.a.w.;
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ وَشَهَادَةُ الزُّورِ
“Dosa-dosa paling besar ialah; 1. Mensyirikkan Allah
2. Membunuh manusia
3. Menderhakai dua ibu-bapa
4. Memberi kesaksian palsu/dusta”.
(Hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas r.a.)
Bahkan orang yang mati dalam keadaan mensyirikkan Allah sekali-kali tidak akan mendapat keampunan Allah di akhirat sebagaimana firmanNya;
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا(48)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (an-Nisa’: 48)
Luqman dalam wasiatnya kepada anaknya telah berpesan;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ(13)
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman: 13)
Istiqamah
Setelah diperintahkan supaya beriman sepenuh hati kepada Allah, kita diperintahkan pula beristiqamah. Arahan supaya istiqamah ini terkandung juga di dalam al-Quran di mana Allah berfirman;
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ(112)
“Maka beristiqamahlah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Hud: 112)
Maksud Istiqamah ialah tetap dan teguh di atas jalan yang benar iaitu jalan Islam. Menurut Imam al-Minawi dalam kitabnya “Faidhul Qadir”; Istiqamah bermaksud tunduk-patuh kepada segala yang diperintahkan dan menjauhi segala tegahan. Ada ulama’ yang mentakrifkan istiqamah sebagai; berterusan beramal dengan sunnah Nabi Muhammad s.aw. dan berakhlak dengan akhlak yang diredhai (Allah). Ada yang mentakrifnya sebagai; mengikuti (sunnah Nabi s.a.w.) dan meninggalkan bid’ah. Ada juga mengertikannya dengan; meletakkan diri di atas akhlak al-Quran dan as-Sunnah.
Untuk terhasilnya Istiqamah seseorang itu tidak dapat tidak mestilah berpegang-teguh dengan kitab Allah dan sunnah NabiNya. Dua sumber inilah yang berupaya mengikat manusia agar sentiasa berada di atas jalan yang benar. Selagi manusia berpegang teguh dengan al-Quran dan juga sunnah Nabi, selagi itulah ia dijamin oleh Rasulullah s.a.w. akan bebas dari penyelewengan dan kesesatan. Sabda Rasulullah s.a.w.;
يا أيها الناس، إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا: كتاب الله، وسنة نبيه
“Wahai sekelian manusia! Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kamu sekelian satu peninggalan yang selagi kamu berpegang-teguh dengannya maka selagi itulah kamu tidak akan sesat selama-lamanya iaitu; Kitab Allah dan Sunnah NabiNya”. (Hadis riwayat Imam al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas)
Rujukan dan bacaan
1. Syarh al-‘Aqidah at-Thahawiyyah, al-Imam Ibn Abil ‘Izzi al-Hanafi, cet. al-Maktab al-Islami, Beirut, Lubnan (1984)
2. Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ as-Saghir, al-Imam al-‘Allamah al-Minawi, cet. Dar al-Fikri (tanpa tahun).
3. Syarah al-‘Aqidah at-Thawiyyah, susunan Abdul Halim Ahmad, keluaran Markas Khidmatul Mujtama’ al-Kuliyyah al-Islamiyyah, Yala (Thailand) (2000).
4. Syarah al-‘Aqidah at-Thahawiyyah (jawi), Syeikh ‘Abdul Qadir Ibn ‘Abdil Muthallib al-Mandili, cet. Mathba’ah al-Anwar, Mesir (1961)
5. Beriman kepada Allah, Tuan Guru Hj. Abdul Hadi Awang, cet. Pustaka Aman Press, Sdn. Bhd., Kota Baharu, Kelantan (1991).
6. Tafsir al-Qurthubi, Imam al-Qurthubi (CD al-Quran al-Karim terbitan syarikat as-Sakhr, Mesir, versi 6.50/1997).
7. Tafsir al-Quran al-‘Adziem, Imam Ibnu Kathir, cet. Dar al-Hadith (1991).
و بالله التوفيق و السداد
Posted by USTAZ AHMAD ADNAN FADZIL
عن سفيانَ بن عبد اللّه رضي اللّه عنه قال: قلت: يا رسول اللّه! قل لي في الإِسلام قولاً لا أسألُ عنه أحداً غيرك، قال: "قُلْ آمَنْتُ باللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ"
Terjemahannya;
Diriwayatkan dari Sufyan Ibn ‘Abdullah r.a. menceritakan; ‘Aku telah berkata kepada Rasulullah s.a.w.; Ya Rasulullah! Nyatakan untukku di dalam Islam ini satu ungkapan yang mana aku tidak akan bertanya lagi tentangnya dari orang lain selain engkau’. Jawab Rasulullah s.a.w.; ‘Katakanlah; ‘Aku beriman kepada Allah’ dan kemudian hendaklah kamu istiqamah’. (Hadis riwayat Imam Ahmad, an-Nasai, Muslim, at-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Dalam hadis tersebut ada dua perkara yang ditekankan oleh Rasulullah bagi membina pegangan yang kukuh dengan ajaran Islam iaitu;
1. Beriman kepada Allah
2. Istiqamah
Berkata al-Qadhi ‘Iyadh rhm; ‘Hadis ini antara ungkapan yang ringkas dan padat (Jawami’ul Kalim) dari Rasulullah s.a.w.. Sesungguhnya orang-orang yang berkata; Tuhan kami adalah Allah dan kemudian mereka beristiqamah yakni mereka mentauhidkan Allah dan beriman dengannya dan selepas itu mereka beristiqamah di mana mereka tidak berpaling dari tauhid dan senantiasalah mereka beriltizam menta’ati Allah S.W.T. hinggalah mereka menemui kematian di atas iman dan istiqamah tersebut’.
Menurut Imam al-Minawi dalam kitabnya “Faidhul Qadir”; seruan Rasulullah s.a.w. ‘Katakanlah; Aku beriman dengan Allah’, bermaksud; perbaharuilah iman kamu kepada Allah dengan menyebutnya dengan hati kamu serta menuturnya dengan lidah kamu dengan menghadirkan segala pengertian iman yang disyari’atkan. Adapun seruan baginda; ‘hendaklah kamu beristiqamah’ bermaksud; beriltizamlah mengerjakan amalan-amalan ketaatan dan menjauhi perkara-perkara yang bertentangan (dengan kehendak Allah).
Hadis ini mengumpulkan keseluruhan makna iman dan Islam merangkumi iktiqad, ucapan dan amali di mana Islam itu terangkum di dalamnya dua perkara iaitu;
a) Tauhid
b) Ta’at.
Tauhid terhasil dengan seruan pertama iaitu beriman dengan Allah). Sementara Ta’at terhasil dengan seruan kedua iaitu beritiqamah.
Iman
Iman dari segi bahasa bermakna at-Tasdiq iaitu membenarkan. Hakikat Iman ialah at-Tasdiq bil Qalbi iaitu membenarkan dengan hati segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w..
Namun oleh kerana apa yang ada dalam hati itu adalah tersembunyi, maka disyaratkan mengakui iman itu dengan lidah (yakni al-Iqrar bil Lisan) sebagai bukti di hadapan manusia bahawa seseorang itu beriman. Kemudian iman itu hendaklah diikuti dengan amalan anggota iaitulah menta’ati segala titah-perintah Allah dalam kehidupan.
Maka iman yang sempurna hendaklah merangkumi tiga unsur;
1. Iktiqad dengan hati iaitu at-Tasdiq
2. Pengakuan dengan lidah iaitu al-Iqrar
3. Beramal dengan anggota iaitu al-‘Amal
Pengertian iman tersebut menjadi iktiqad imam-imam ahli Sunnah Wal Jama’ah antaranya Imam as-Syafi’ie, Imam Malik, Imam Ahmad dan beberapa lagi yang mentakrifkan Iman sebagai;
تصديق بالجنان و إقرار باللسان و عمل بالأركان
“Membenarkan dengan hati, mengakui dengan lidah dan beramal dengan anggota badan”. (Syarah ‘Aqidah at-Thawiyyah, Imam Abil ‘Izzi al-Hanafi)
Namun harus difahami –untuk mengelakkan kekeliruan- bahawa ber’amal dengan anggota adalah syarat kesempurnaan iman. Ia melazimi iman itu sendiri. Maka tidak sempurna iman seseorang yang tidak beramal sebagaimana yang diperintahkan oleh Islam. Namun tidaklah ia terkeluar dari Islam selama mana masih ada keyakinan (at-tasdiq) dalam hatinya.
Menurut ulama’ ahli Sunnah Wal Jama’ah; seorang yang tunduk (membenarkan) dengan hatinya tetapi tidak beramal dengan Islam atau melakukan dosa-dosa besar, ia masih dianggap seorang muslim tetapi muslim yang ‘asi (derhaka) atau fasiq atau muznib (berdosa). Keadaannya di akhirat terserah kepada Allah sama ada ingin mengampunnya atau mengazabnya.
Tegasnya, apa yang ternafi dari orang-orang Islam yang melakukan maksiat ialah kesempurnaan iman (kamalul Iman), bukan asas iman (aslul Iman). Kerana itu mereka tidak dianggap sebagai kafir semata-mata kerana maksiat yang dilakukan.
Beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah adalah teras kepada Aqidah Islam dan juga kepada ajaran Islam itu sendiri. Tidak diterima amalan hamba di sisi Allah tanpa didahului dengan beriman kepada Allah.
Tatkala Rasulullah s.a.w. menghantar Mu’az Ibn Jabal kepada kumpulan ahli Kitab untuk mengajak mereka kepada Islam, perkara pertama yang disuruh oleh Rasulullah ialah menyeru mereka supaya beriman dengan Allah, kemudian barulah menyeru mereka supaya menunaikan kewajipan-kewajipan yang difardhukan. Kata Rasulullah kepada beliau;
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب، فادعهم إلى شهادة أن لا إله إلا اللَّه وأني رسول اللَّه، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللَّه افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن اللَّه افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين اللَّه حجاب
“Wahai Mu’az. Sesungguhnya engkau akan pergi kepada satu kaum ahli Kitab. Maka hendaklah engkau seru mereka supaya bersaksi bahawa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahawa aku (yakni Muhammad) adalah rasul Allah. Jika mereka mentaati seruan kamu itu, maka nyatakan kepada mereka bahawa Allah mewajibkan mereka menunaikan solat lima waktu sehari semalam. Jika mereka mentaatinya, maka nyatakanlah pula kepada mereka bahawa Allah mewajibkan ke atas mereka zakat yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di kalangan mereka. Jika mereka mentaatinya, maka hendaklah kamu pelihara dirimu dari kehormatan harta-harta mereka. Berjaga-jagalah dari doa orang yang dizalimi kerana tidak ada hijab di antara doanya dengan Allah”.
(Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
Pengertian beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah bukan hanya dengan mengakui kewujudanNya, tetapi juga dengan mentauhidkannya iaitu mengakui keesaannya. Secara lebih terperinci, dapatlah kita nyatakan bahawa beriman kepada Allah tidak akan sempurna melainkan dengan merangkumi dua perkara iaitu;
1. Beriman wujudnya Allah
2. Mentauhidkan Allah
Beriman dengan kewujudan Allah
Iaitu meyakini adanya Allah berdasarkan dalil-dalil yang terang yang berupa Aqli (akal fikiran) dan juga Naqli (wahyu). Alam cakerawala ini dan segala isi di dalamnya semuanya menjadi dalil adanya Allah. Kerana itu, Allah memerintahkan manusia supaya sentiasa memerhatikan alam ini supaya mereka bertambah yakin akan hakikat kewujudan Allah Tuhan yang menciptakan mereka dan makhluk-makhluk selain mereka.
أَ فِي اللهِ شَكٌّ فَاْطِرِ السَّمَاْوَاْتِ وَ الأَرْضِ
"Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?". (Ibrahim: 10).
وَ الشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَهَاْ ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Ya Sin: 38)
أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَاْلِقُوْنَ ، أَمْ خَلَقُوْا السَّمَوَاتِ وَ الاَْرْضَ بَلْ لاَّْ يُوْقِنُوْنَ
“(Mengapa mereka tidak beriman?) Adakah mereka telah tercipta dengan tiada yang menciptanya, atau adakah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Adakah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Bahkan mereka adalah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran apa yang mereka pernah mengakuinya)”. (At-Thuur: 35-36).
Mentauhidkan Allah
Tauhid bermakna mengesakan. Mentauhidkan Allah bermakna mengesakan Allah sama ada dari segi zat, sifat dan perbuatannya. Firman Allah;
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ(1)اللَّهُ الصَّمَدُ(2)لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ(3)وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ(4)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (al-Ikhlas: 1-4)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ(11)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (yakni Allah), dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (as-Syura: 11)
Kesempurnaan Tauhid itu hendaklah meliputi tiga perkara iaitu;
a) Mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah
Iaitu meyakini bahawa Allah sahajalah satu-satunya Tuhan Yang mencipta atau menjadikan alam ini, yang memilikinya, yang mengatur perjalanannya, yang menghidup dan mematikan, yang menurunkan rezki, yang berkuasa memberi manfaat dan memberi mudharat dan sebagainya. Firman Allah;
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ(54)
“Ingatlah, bagiNya (yakni Allah) jualah urusan penciptaan dan segala urusan. Maha tinggi Allah, Tuhan semesta alam”. Al-A’raf: 54)
b) Mentauhidkan Allah dari segi Uluhiyyah
Iaitu mentauhidkan Allah dengan beribadah kepadanya. Hanya kepada Allahlah ditujukan segala pengabdian hamba. Termasuk dalam pengertian ibadah ialah;
I. Doa-doa dan permohonan
II. Mendirikan syi’ar-syi’ar agama seperti solat, puasa, sedekah, haji, nazar, sembelihan dan sebagainya.
III. Tunduk dan patuh kepada ajaran agama, menurut hukum-hakam yang ditetapkan oleh Allah.
Firman Allah;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (az-Zariyat: 56)
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ(5)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (al-Bayyinah: 5)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (al-An’am: 162)
c) Mentauhidkan Allah pada nama-nama dan sifat-sifatNya
Iaitu meyakini dan mengakui segala nama dan sifat Allah secara ijmal dan tafsil menurut apa yang diberitahu di dalam al-Quran dan oleh Rasulullah s.a.w. di mana Allah mempunyai Asma’ al-Husna (nama-nama yang paling baik) dan segala sifat kesempurnaan dan maha suci Ia dari segala sifat kekurangan. Firman Allah;
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(180) “Hanya milik Allah asma-ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (al-A’raf: 180)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى(8)
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)”. (Thaha: 8)
Di antara nama-nama Allah ialah yang terkandung dalam firmanNya;
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ(23) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(24)
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al-Hasyr: 23)
Di antara sifat-sifat Allah ialah hidup, mendengar, mengetahui, berkehendak dan berkuasa sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-firmanNya;
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…”. (al-Furqan: 58)
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(181)
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (al-Baqarah: 181)
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ(107)
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki”. (Hud: 107)
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(20)
“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu”. (al-Baqarah: 20)
Syirik
Lawan kepada Tauhid ialah Syirik. Syirik bermaksud menyengutukan Allah sama ada dari segi RububiyyahNya, UluhiyyahNya atau al-asma’ Wa SifatNya. Syirik merupakan antara dosa paling besar yang disabdakan Rasulullah s.a.w.;
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ وَشَهَادَةُ الزُّورِ
“Dosa-dosa paling besar ialah; 1. Mensyirikkan Allah
2. Membunuh manusia
3. Menderhakai dua ibu-bapa
4. Memberi kesaksian palsu/dusta”.
(Hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas r.a.)
Bahkan orang yang mati dalam keadaan mensyirikkan Allah sekali-kali tidak akan mendapat keampunan Allah di akhirat sebagaimana firmanNya;
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا(48)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (an-Nisa’: 48)
Luqman dalam wasiatnya kepada anaknya telah berpesan;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ(13)
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman: 13)
Istiqamah
Setelah diperintahkan supaya beriman sepenuh hati kepada Allah, kita diperintahkan pula beristiqamah. Arahan supaya istiqamah ini terkandung juga di dalam al-Quran di mana Allah berfirman;
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ(112)
“Maka beristiqamahlah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Hud: 112)
Maksud Istiqamah ialah tetap dan teguh di atas jalan yang benar iaitu jalan Islam. Menurut Imam al-Minawi dalam kitabnya “Faidhul Qadir”; Istiqamah bermaksud tunduk-patuh kepada segala yang diperintahkan dan menjauhi segala tegahan. Ada ulama’ yang mentakrifkan istiqamah sebagai; berterusan beramal dengan sunnah Nabi Muhammad s.aw. dan berakhlak dengan akhlak yang diredhai (Allah). Ada yang mentakrifnya sebagai; mengikuti (sunnah Nabi s.a.w.) dan meninggalkan bid’ah. Ada juga mengertikannya dengan; meletakkan diri di atas akhlak al-Quran dan as-Sunnah.
Untuk terhasilnya Istiqamah seseorang itu tidak dapat tidak mestilah berpegang-teguh dengan kitab Allah dan sunnah NabiNya. Dua sumber inilah yang berupaya mengikat manusia agar sentiasa berada di atas jalan yang benar. Selagi manusia berpegang teguh dengan al-Quran dan juga sunnah Nabi, selagi itulah ia dijamin oleh Rasulullah s.a.w. akan bebas dari penyelewengan dan kesesatan. Sabda Rasulullah s.a.w.;
يا أيها الناس، إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا: كتاب الله، وسنة نبيه
“Wahai sekelian manusia! Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kamu sekelian satu peninggalan yang selagi kamu berpegang-teguh dengannya maka selagi itulah kamu tidak akan sesat selama-lamanya iaitu; Kitab Allah dan Sunnah NabiNya”. (Hadis riwayat Imam al-Hakim dari Ibnu ‘Abbas)
Rujukan dan bacaan
1. Syarh al-‘Aqidah at-Thahawiyyah, al-Imam Ibn Abil ‘Izzi al-Hanafi, cet. al-Maktab al-Islami, Beirut, Lubnan (1984)
2. Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ as-Saghir, al-Imam al-‘Allamah al-Minawi, cet. Dar al-Fikri (tanpa tahun).
3. Syarah al-‘Aqidah at-Thawiyyah, susunan Abdul Halim Ahmad, keluaran Markas Khidmatul Mujtama’ al-Kuliyyah al-Islamiyyah, Yala (Thailand) (2000).
4. Syarah al-‘Aqidah at-Thahawiyyah (jawi), Syeikh ‘Abdul Qadir Ibn ‘Abdil Muthallib al-Mandili, cet. Mathba’ah al-Anwar, Mesir (1961)
5. Beriman kepada Allah, Tuan Guru Hj. Abdul Hadi Awang, cet. Pustaka Aman Press, Sdn. Bhd., Kota Baharu, Kelantan (1991).
6. Tafsir al-Qurthubi, Imam al-Qurthubi (CD al-Quran al-Karim terbitan syarikat as-Sakhr, Mesir, versi 6.50/1997).
7. Tafsir al-Quran al-‘Adziem, Imam Ibnu Kathir, cet. Dar al-Hadith (1991).
و بالله التوفيق و السداد
Posted by USTAZ AHMAD ADNAN FADZIL
Rabu, 19 November 2014
SEJARAH WAHABI
SYEIKH MUFTI WAHHABI BINBAZ
NAMA : Abdul Aziz Bin Baz.
TAHUN LAHIR: 1912M.
TEMPAT LAHIR: Najd ( Riyadh ).
DIKAMBUS: 1999M.
KESILAPAN DALAM AQIDAH:
- Kafirkan Umat Islam.
- Mengkafirkan Seluruh Umat Islam Di Mesir dan Bumi Syam.
- Tolak Akidah Betul ‘ Allah Bukan Jisim ’.
- Berakidah Allah Berpenjuru, Berarah dan Bertempat.
- Mengkafirkan Umat Islam Al-Asya’irah.
- Menghina Nabi Muhammad.
- Menghina Nabi Muhammad Sebagai AUTHAN Iaitu Patung Berhala.
- Mengharuskan Pakai Lambang Salib Kristian.
- Mengkafikran Seluruh Umat Islam Yang Tinggal Di Hijaz Dan Yaman.
- Berakidah Allah Duduk Atas Kerusi.
- Berakidah Zat Allah Di Atas Arasy Pulak.
- Berakidah Allah Mempunya Dua Belah Kaki Seperti Makhluk.
- Berakidah Allah Bercakap Macam Manusia Dengan Huruf Dan Suara.
- Banyak lagi…
PENYELEWENGAN DALAM FEQAH:
- Menganggap Amalan Sunat Sebagai Bid’ah.
- Haramkan Sebutan “ Sodaqallahu ‘Azhim ” Dan Menghukumnya Sebagai Sesat.
- Mengharamkan Pengunaan Tasbih Secara Mutlak.
- Mengharamkan Perkataan Wahhidullah.
- Mengharamkan Tawassul Secara Mutlak.
- Samakan Sambutan Maulid Nabi Dengan Yahudi & Kristian.
- Mengharamkan Potong Janggut Walaupun Untuk Kekemasan Diri.
- Mengharamkan Selawat Keatas Nabi.
- Tolak Hadith Nabi (Fadhilat Ziarah).
- Haramkan Wanita Bawa Kereta Secara Mutlak.
- Banyak lagi…
* Rujuk: http://www.binbaz.org.sa/
Ahad, 16 November 2014
Perintah Allah Mentaati Al-Qur'an Dan Rasul-Nya
Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah berulang kali memerintahkan umat Islam mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mentaati Allah bermaksud mentaati al-Qur’an al-Karim manakala mentaati Rasulullah bermaksud mentaati sunnahnya yang membentuk hukum syari‘at. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Wahai orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling daripadanya, sedang kamu mendengar (Al-Qur'an yang mewajibkan taatnya). [al-Anfal 08:20]
Perintah ketaatan ini Allah Subhanahu wa Ta‘ala kaitkan dengan sifat iman dan taqwa seseorang kerana iman dan taqwa tidak boleh berpisah daripada ketaatan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Firman-Nya:
Oleh itu bertakwalah kamu kepada Allah dan perbaikilah keadaan perhubungan di antara kamu, serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika betul kamu orang yang beriman. [al-Anfal 08:01]
Persoalan keimanan sekali lagi dihubung-kaitkan dengan ketaatan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah sebagaimana firman Allah:
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada "Uli'l-Amri" (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu.
Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) Rasul-Nya - jika kamu benar beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya. [al-Nisa’ 4:59]
Dalam ayat di atas kita dapati Allah Subhanahu wa Ta‘ala memerintahkan ketaatan kepada Ulil Amri juga, iaitu para ulama’ dan pemimpin negara. Akan tetapi perhatikanlah bahawa Allah tidak meletakkan perkataan ‘taat’ sebelum perkataan Ulil Amri sebagaimana Allah meletakkannya sebelum perkataan Allah dan Rasulullah. Ini tidak lain membawa maksud bahawa ketaatan kita kepada perintah Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak manakala ketaatan kita kepada Ulil Amri hanya apabila mereka melakukan perkara-perkara yang selari dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, iaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
Hanya dengan mentaati ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah kita akan diberikan ganjaran Syurga sebagaimana janji Allah:
Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam Syurga yang mengalir dari bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan itulah kejayaan yang amat besar. [al-Nisa’ 4:13].
Mereka yang taat kepada al-Qur’an dan al-Sunnah akan bergembira di dalam Syurga bersama-sama para Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Salihin sebagaimana keterangan ayat berikut:
Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan (ditempatkan di syurga) bersama-sama orang yang telah dikurniakan nikmat oleh Allah kepada mereka, iaitu Nabi-nabi, dan orang Siddiqiin, dan orang yang syahid, serta orang yang salih. Dan amatlah eloknya mereka itu menjadi teman rakan (kepada orang yang taat). [al-Nisa’ 4:69].
Lebih dari itu hanya dengan mentaati ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah kita dijanjikan Rahmat oleh Allah sebagaimana janji-Nya:
Dan taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, supaya kamu diberi rahmat. [‘Ali Imran 3:132].
Dengan mengikuti dan mencontohi sunnah Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita akan memperolehi keampunan Allah Subhanahu wa Ta‘ala sebagaimana firman-Nya:
Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu.” [‘Ali Imran 3:31].
Dengan mentaati dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita juga dijanjikan hidayah petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Dan jika kamu taat kepadanya (Muhammad) nescaya kamu beroleh hidayah petunjuk. [al-Nur 24:54].
Dengan mentaati al-Qur’an dan al-Sunnah dengan sebenar-benar taat dan ikhlas, seseorang muslim itu akan beroleh kejayaan dan kemenangan yang hakiki sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala melalui firman-Nya:
Sesungguhnya perkataan yang diucapkan oleh orang yang beriman ketika mereka diajak kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, supaya menjadi hakim memutuskan sesuatu di antara mereka, hanyalah mereka berkata: “Kami dengar dan kami taat”; dan mereka itulah orang yang beroleh kejayaan.
Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan takut melanggar perintah Allah serta menjaga dirinya jangan terdedah kepada azab Allah maka merekalah orang yang beroleh kemenangan. [al-Nur 24:51-52]
Dalam memberikan perintah dan peringatan kepada umat Islam untuk mentaati-Nya dan Rasul-Nya, yakni al-Qur’an dan al-Sunnah, Allah ‘Azza wa Jalla juga memberikan amaran serta ancaman keras kepada sesiapa yang enggan melakukan sedemikian. Antara amaran tersebut ialah firman-Nya:
Dan tidaklah harus bagi orang yang beriman, lelaki dan perempuan - apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara - (tidaklah harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka.
Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jelas nyata. [al-Ahzab 33:36].
Allah ‘Azza wa Jalla juga mengingatkan umat Islam yang sengaja beramal dengan sesuatu yang tidak dianjurkan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah bahawa amalan mereka itu akan menjadi batal. Amaran Allah dalam al-Qur’an:
Wahai orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah kamu batalkan amal-amal kamu! [Muhammad 47:33].
Allah Ta‘ala juga mengingatkan umat Islam yang mengingkari ajaran serta perintah Rasul-Nya dengan amaran:
Oleh itu, hendaklah mereka yang mengingkari perintahnya (Muhammad), beringat serta berjaga-jaga jangan mereka ditimpa bala bencana, atau ditimpa azab seksa yang tidak terperi sakitnya. [al-Nur 24:63].
Amaran ini diteruskan kepada balasan api neraka kepada mereka yang tetap berdegil dan enggan bertaubat. Mereka ini dijanjikan Allah dengan:
Dan sesiapa yang menentang (ajaran) Rasulullah sesudah terang nyata kepadanya kebenaran petunjuk (yang dibawanya) dan dia pula mengikut jalan yang lain dari jalan orang yang beriman, kami akan memberikannya kuasa untuk melakukan (kesesatan) yang dipilihnya dan (pada Hari Akhirat kelak) Kami akan memasukkannya ke dalam Neraka Jahanam dan Neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. [al-Nisa’ 4:115].
Demikianlah peritnya azab yang dijanjikan Allah kepada mereka yang enggan mentaati ajaran al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di kalangan umat Islam ada yang keterlaluan dalam mentaati ajaran mazhab sehingga mereka membelakangkan ketaatan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Sikap seperti ini dikenali sebagai Syirik fi Tawhid al-Ittiba’ yang bermaksud menyekutukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai penyumber syari‘at dengan sesuatu yang lain. Ini kerana ketaatan dalam hal syari‘at hanyalah kepada Allah dan Rasul-Nya iaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila seorang manusia menjadikan manusia yang lain sebagai sumber syari‘at Islam yang ditaatinya, maka dia telah menjadikan sesuatu yang lain setaraf dengan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Yusuf al-Qaradhawi berkata:
Telah diketahui dengan pasti bahawa tidak ada kewajipan kecuali apa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan kita mentaati orang-orang tertentu sekalipun memiliki ilmu yang luas …… Tindakan (mentaati ajaran mazhab) bererti menempatkan para imam mazhab sebagai pembuat syari‘at atau menganggap pendapat mereka sebagai dalil syari‘at yang tidak boleh dibantah …… sehingga menyerupai perbuatan para Ahli Kitab yang menjadikan rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Allah.
Mentaati ajaran mazhab sehingga membelakangkan dalil al-Qur’an dan al-Sunnah adalah juga merupakan suatu perbuatan yang membatalkan iman seseorang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala:
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak disifatkan beriman sehingga mereka menjadikan engkau (wahai Muhammad) hakim dalam mana-mana perselisihan yang timbul di antara mereka kemudian mereka pula tidak merasa di hati mereka sesuatu keberatan dari apa yang telah dihukumkan, dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya. [ al-Nisa’ 4:65]
Ayat ini menerangkan bahawa jika seorang Muslim itu tidak menerima atau merasa berat dan tidak rela dengan apa yang dihakimi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam urusan agama maka dia tidak disifatkan beriman.
Justeru itu kita sering dapati para imam mazhab yang empat sentiasa berpesan kepada umat Islam agar mentaati al-Qur’an dan al-Sunnah, bukan mazhab dan ajaran mereka. Para imam mazhab juga berpesan agar ditinggalkan mana-mana ajaran mereka yang tidak tepat atau tersalah berbanding dengan keterangan al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih. Mereka juga berpesan agar mana-mana hadis yang tidak mereka temui atau keluarkan hukum daripadanya, maka hendaklah diambil hadis tersebut dan diamalkan. Mereka juga berpesan agar jangan mentaati atau mengikuti secara membuta terhadap ajaran-ajaran mereka. Ketaatan dan sifat ikutan membuta sedemikian hanyalah dibolehkan kepada al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nasihat, pesanan dan wasiat para imam mazhab ini akan dihuraikan di dalam salah satu bab yang akan datang, insya-Allah.
awba/
Jumaat, 14 November 2014
Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku
Hasbunallah wa ni’mal wakiil, Cukuplah bagi kami Allah, dan Dia sebaik-baik penolong”. Ungkapan di atas disenandungkan oleh kekasih Allah swt, Ibrahim as, saat penguasa dan pengikutnya mengeroyok dan menceburkan dirinya dalam bara api, namun Ibrahim selamat dan menjadi pemenang.
Ungkapan itu juga yang dilantunkan oleh nabiyullah Muhammad saw. tatkala mendapat pengkroyokan dan penganiayaan dari pasukan Ahzab. Rasul pun keluar sebagai pemenang. HR. Bukhari.
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. QS. Ali Imran: 173
Sudah menjadi sunnatullah dalam dakwah, bahwa jalan dakwah tidaklah bertabur kenikmatan, kesenangan dan kemewahan. Dakwah diusung menghadapi penentangan, konspirasi, persekongkolan, isolasi, pengkroyokan, bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karenanya dakwah hanya bisa diemban oleh mereka yang mewakafkan diri dan hidupnya untuk Allah swt semata. Dakwah tidak mungkin akan dipikul oleh mereka yang mengharapkan kemewahan dunia, bersantai dengan kesenangan materi.
Rasulullah saw didalam memulai perjuangan menyeru kerabat dan kaumnya, mendapatkan taujihat Robbaniyyah –arahan Allah swt- agar menguatkan keimanan, kepribadian dan kesabaran: yaitu arahan untuk senantiasa mengagungkan Allah, membersihkan jiwa, mejauhkan diri dari maksiat, mengikhlaskan kerja, dan sabar dalam perjuangan.
Berikut taujihat rabbaniyyah dalam surat Al Muddatstsir ayat 1-7 untuk Muhammad saw dan tentunya untuk umatnya semua. Allah swt berfirman:
”Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan!. Dan Tuhanmu agungkanlah!. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” QS. Al Muddatstsir: 1-7.
Bekal pertama, Agungkan Allah.
Allah swt menanamkan dalam persepsi dan keyakinan Muhammad agar hanya mengagungkan Allah swt semata, selain-nya kecil tiada berarti. Baik dalam konteks tawaran kenikmatan duniawi, pun dalam konteks siksaan, penolakan dan pembunuhan di dunia yang dilakukan musuh-musuh dakwah, maka jika dibandingkan dengan pemberian, keridloan dan surga Allah swt sungguh tiada ada artinya.
Pengagungan Allah swt dalam qalbu, lisan, fikiran dan perilaku. Dalam setiap kesempatan dan kondisi Rasulullah saw selalu berdzikir dan mengagungkan Allah swt, sehingga inilah rahasia do’a Nabi saw ketika kelur dari buang hajat: “Ghufranaka: Aku mohon ampunan-Mu Ya Allah.”. Hasil penelitian para ahli hadits menyimpulkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan dzikir dan pengagungan Allah swt, namun karena tidak diperkenankannya berdzikir di saat buang hajat, maka ungkapan pertama saat keluar dari buang hajat adalah, mohon ampun karena beliau tidak melakukan dzikir pada saat buang hajat.
Dengan sikap inilah, ma’iyatullah –kebersamaan Allah- dalam bentuk pertolongan-Nya selalu datang pada saat dibutuhkan.
Inilah rahasia dikumandangkannya kalimat takbir “Allahu Akbar wa lilLahil Hamd, Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala pujian”.
Bekal kedua, Bersihkan Hati.
Dalam upaya mengagungkan Allah swt dalam setiap kesempatan, maka dibutuhkan hati yang bersih dan jiwa yang suci. Hati adalah panglima dalam tubuh seorang manusia. Jika panglima itu baik, sudah barang tentu tentaranya akan menjadi baik, sebaliknya jika panglima buruk, maka buruklah semua tentaranya.
Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa perintah mensucikan pakaian disini kinayah atau kiasan, bukan makna dzahir. Artinya perintah pembersihan hati dan pensucian jiwa. Penampilan fisik tidak akan berarti, apabila apa yang dibalik fisik itu busuk.
Hati senantiasa dijaga kefitrahannya dan dibersihkan dari beragam penyakit hati, seperti sombong, iri, riya, adu domba, meremehkan orang, dan yang paling berbahaya adalah syirik, menyekutukan Allah swt dengan makhluk-Nya.
“…..dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun….” (QS. At Taubah : 25-26).
Bekal ketiga, Jahui Maksiat.
Agar keagungan Allah swt menghiasi diri, maka diri harus menjauhkan dari dosa dan maksiat. Begitu pun sebaliknya, meninggalkan maksiat akan mewariskan ma’iyyatullah.
Allah swt hanya akan turut campur kepada orang beriman dengan menurunkan pertolongan-Nya, jika orang beriman itu dekat dan taat kepada-Nya. Sebaliknya jika mereka berbuat maksiat dan dosa, maka apa bedanya mereka dengan orang lain? Bedanya orang lain lebih canggih perlengkapannya dan lebih besar jumlahnya. Sehingga secara hitungan rasio manusiawi orang lain mampu mengalahkan orang beriman.
Ada kisah menarik, dalam sebuah peperangan melawan kaum kuffar, kaum muslimin beberapa kali mengalami kekalahan. Sang panglima segera mengevaluasi pasukannya, mengapa kekalahan demi kekalahan bisa terjadi? Tak ada yang kurang. Semua perlengkapan lengkap, pun ibadah-ibadah dilakukan dengan baik. Namun saat pagi menjelang, sang panglima mengamati pasukannya dan baru menyadari bahwa ternyata pasukannya melupakan satu sunah Rasul, yaitu bersiwak! Panglima segera memerintahkan menggosok gigi dengan siwak (sejenis kayu) kepada seluruh pasukannya. Pasukan pengintai dari pihak musuh menjadi takut karena melihat para tentara muslim tengah menggosok-gosok giginya dengan kayu, dan mengira pasukan kaum muslimin tengah menajamkan gigi-giginya untuk menyerang musuh. Pihak musuh menjadi gentar dan segera menarik mundur pasukannya.
Sepele, lupa bersiwak, namun besar dampaknya. Inilah rahasia pertolongan Allah swt.
Bekal keempat, Ikhlaskan dalam Berjuang.
Hidup seorang mukmin adalah untuk prestasi amal dan kontribusi manfaat untuk umat manusia. Kesemuanya itu dilakukan semata-mata dilandasi mencari keredloan Allah swt semata. Balasan Allah swt jauh lebih baik dan lebih mulya, dibandingkan dengan kemewahan dunia berikut kemegahannya. Seorang mukmin akan selalu mengejar mimpinya, yaitu keridloan Allah swt, di dunia dan di akhirat kelak.
Menarik disini seruan Allah swt dalam bentuk ”larangan”, sedangkan yang lainya menggunakan bentuk ”perintah”. ”Jangan kamu memberi untuk mengharapkan mendapat imbalan yang lebih”. Artinya, peringatan keras dari Allah swt agar manusia senantiasa mengikhlaskan amal perbuatan dan perjuangan. Tidak merasa paling berjasa dan juga tidak meremehkan andil orang lain.
Bekal kelima, Sabar Di Jalan Allah.
Sabar dalam kesunyian pengikut, sabar dalam penolakan ajakan, sabar dalam kekalahan, dan sabar dalam kemenangan dan kemewahan.
Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi keluarga sahabatnya, Yasir yang mendapat siksaan berat dan pembunuhan keji, Rasulullah saw langsung memberi kabar gembira kepada mereka:
صبرا ال ياسر فإن موعدكم الجنة””
“Sabar wahai keluarga Yasir, Sungguh surga buat kalian kelak!.”
Sabar dalam berdakwah mencakup segala hal yang positif, seperti banyak ide, solusi, perencanaan, kerja keras, kerja sama, pendelegasian, pemanfaatan sarana dan adanya evaluasi. Sabar bukan dikonotasikan negatif seperti pasrah, nerimo, malas, menunggu dan tidak berusaha.
Dengan bekalan itu terbukti dalam sejarah, Rasulullah saw mampu melewati dua masa sulit sekaligus: Masa sulit mendapatkan tawaran kemewahan, jabatan, pengikut, bahkan wanita. Dan masa sulit tatkala beliau harus berdarah-darah menerima pengkroyokan dan penganiayaan dari kaumnya.
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”.
Inilah bekalan bagi penyeru kebajikan dan penerus perubahan dari masa ke masa.
Khamis, 13 November 2014
YAHUDI MEMBAKAR MASJID DI RAMALLAH
Bangkitlah wahai umat !
Setelah mereka gagal untuk menghapuskan Hamas dan al-Qassam dalam serangan ketenteraan ke atas Gaza, rejim Zionis kini menggilirkan fokus mereka dengan mencabuli kesucian Masjid al-Aqsa sejak beberapa minggu yang lalu.
Di saat umat Islam masih mencari asas-asas kekuatan bagi mendepani rejim penjajah Zionis ini, mereka terus menyerang umat ini dengan penuh sombong.
Semalam, mereka bertindak membakar sebuah masjid di Ramallah, Tebing Barat yang bukan sahaja merosakkan infrastrukturnya, bahkan ia telah bertindak membakar hati dan perasaan umat Islam yang prihatin.
Bangunlah wahai umat ! Jangan biarkan saudara kita diganyang dan kesucian rumah-rumah Allah terus ternoda tanpa kedengaran suara umat sejagat.
Dr Zainur Rashid Zainuddin
>
Sebuah masjid berhampiran Ramallah di Tebing Barat dibakar penduduk Israel, semalam, menurut pegawai keselamatan Palestin. "Mereka membakar keseluruhan tingkat satu masjid berkenaan yang terletak di perkampungan al-Mughayir tidak jauh dari penempatan Israel di Shilo,"katanya dipetik Press TV Make Money at : http://bit.ly/best_tips
Setelah mereka gagal untuk menghapuskan Hamas dan al-Qassam dalam serangan ketenteraan ke atas Gaza, rejim Zionis kini menggilirkan fokus mereka dengan mencabuli kesucian Masjid al-Aqsa sejak beberapa minggu yang lalu.
Di saat umat Islam masih mencari asas-asas kekuatan bagi mendepani rejim penjajah Zionis ini, mereka terus menyerang umat ini dengan penuh sombong.
Semalam, mereka bertindak membakar sebuah masjid di Ramallah, Tebing Barat yang bukan sahaja merosakkan infrastrukturnya, bahkan ia telah bertindak membakar hati dan perasaan umat Islam yang prihatin.
Bangunlah wahai umat ! Jangan biarkan saudara kita diganyang dan kesucian rumah-rumah Allah terus ternoda tanpa kedengaran suara umat sejagat.
Dr Zainur Rashid Zainuddin
>
Sebuah masjid berhampiran Ramallah di Tebing Barat dibakar penduduk Israel, semalam, menurut pegawai keselamatan Palestin. "Mereka membakar keseluruhan tingkat satu masjid berkenaan yang terletak di perkampungan al-Mughayir tidak jauh dari penempatan Israel di Shilo,"katanya dipetik Press TV Make Money at : http://bit.ly/best_tips
Khamis, 6 November 2014
BANJIR DI CAMERON HIGHLAND
CAMERON HIGHLANDS: Polis mengesahkan dua maut manakala seorang lagi dikhuatiri lemas dalam kejadian tanah runtuh dan banjir lumpur di Ringlet dan Kampung Raja di sini.
Polis turut mengesahkan beberapa lagi turut cedera.
Ketua Polis Daerah Cameron Highlands, Deputi Superintendan Wan Mohd Zahari Wan Busu berkata, mereka yang maut ialah lelaki warga Nepal dikenali sebagai Mohd Yusuf, 66, yang tinggal di Hulu Merah, Ringlet.
Wan Zahari berkata, satu lagi kejadian tanah runtuh berlaku di Lembah Bertam, Ringlet, pada jam 8.30 malam tadi yang menyebabkan kematian seorang warga Indonesia dikenali sebagai Apian, 48.
Beliau berkata, tanah runtuh menimbus rumah kongsi didiami mangsa bersama isterinya dikenali sebagai Sunami, 41.
"Apian meninggal dunia akibat tertimbus tanah runtuh tetapi mayatnya tidak dapat dikeluarkan malam tadi. Kita hanya akan berbuat demikian pagi ini.
"Bagaimanapun isterinya dapat menyelamatkan diri," katanya.
awa
Polis turut mengesahkan beberapa lagi turut cedera.
Ketua Polis Daerah Cameron Highlands, Deputi Superintendan Wan Mohd Zahari Wan Busu berkata, mereka yang maut ialah lelaki warga Nepal dikenali sebagai Mohd Yusuf, 66, yang tinggal di Hulu Merah, Ringlet.
Wan Zahari berkata, satu lagi kejadian tanah runtuh berlaku di Lembah Bertam, Ringlet, pada jam 8.30 malam tadi yang menyebabkan kematian seorang warga Indonesia dikenali sebagai Apian, 48.
Beliau berkata, tanah runtuh menimbus rumah kongsi didiami mangsa bersama isterinya dikenali sebagai Sunami, 41.
"Apian meninggal dunia akibat tertimbus tanah runtuh tetapi mayatnya tidak dapat dikeluarkan malam tadi. Kita hanya akan berbuat demikian pagi ini.
"Bagaimanapun isterinya dapat menyelamatkan diri," katanya.
awa
Isnin, 3 November 2014
[Rakaman][031114]Travelog Hidayah - Ustaz Muhammad Rasyidi "Lobo" Abdullah
Ceramah yang sangat menarik! Perjalanan seorang pembantu Gereja memeluk Islam. Untuk Muhasabah kita bersama. [Ustaz Rayidi Lobo juga penulis Buku BEST SELLER "Travelog Hidayah"]
https://www.youtube.com/watch?v=gETcRm2zI9s